POSKOTA.CO.ID - Raden Ajeng (RA) Kartini dikenal melalui surat-suratnya yang lembut dan penuh harapan. Sosoknya kerap digambarkan sebagai perempuan Jawa yang halus, santun, dan cerdas.
Namun, di balik kata-kata indah yang ia tuliskan, tersimpan kisah kelam tentang penindasan, kesepian, dan perlawanan yang tak tampak di permukaan.
Kartini bukan sekadar perempuan ningrat yang pandai merangkai kata. Ia adalah pejuang yang terluka secara batin, diasingkan secara sosial, namun tetap memilih untuk melawan dengan caranya sendiri.
Baca Juga: 10 Link Twibbon Hari Kartini 2025 Gratis, Desain Unik dan Penuh Warna
Dikutip dari YouTube StorySejarah, berikut ini adalah kisah kelam yang harus dilalui RA Kartini untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan Indonesia di masa kolonial Belanda.
Kisah Kelam Perjuangan Kartini
Dipingit dan Dibatasi
Lahir dari keluarga bangsawan Jawa, Kartini tidak otomatis mendapatkan kebebasan. Sebaliknya, ketika usianya masih belasan, ia mengalami masa pingitan, tradisi yang melarang perempuan keluar rumah, bersekolah, bahkan membaca surat kabar. Hidupnya dibatasi oleh tembok adat dan norma.
Namun, Kartini tidak tinggal diam. Ia memilih untuk melawan lewat tulisan. Ia mulai berkirim surat dengan sahabat-sahabatnya di Eropa, menyuarakan kegelisahan soal pendidikan, kebebasan berpikir, dan nasib perempuan Jawa pada masa itu.
Ia sadar bahwa perjuangan tidak selalu harus dengan senjata, tapi bisa melalui pena dan pikiran.
Perjuangan yang Pendek, Tapi Dalam
Perjuangan Kartini tidak berlangsung lama. Ia dinikahkan pada usia muda dan hanya sempat merasakan sedikit kebebasan setelah pernikahannya.
Tak lama kemudian, ia wafat dalam usia 25 tahun, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.