Kondisi ini sangat menyedihkan bagi Kartini, dan ia menuangkan keresahannya dalam bentuk tulisan, surat-surat dan karangan yang kelak dibukukan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.
Namun perjuangan Kartini tidak berhenti pada tulisan semata. Ia juga mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak perempuan di Jepara dan Rembang.
Usahanya membuka pandangan baru tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan, yang kala itu masih dianggap tabu.
Akhir Hayat dan Warisan
Sayangnya, perjuangan Kartini harus terhenti di usia muda. Ia wafat empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, tepatnya pada 17 September 1904, dalam usia 25 tahun.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya, Presiden Soekarno pada tahun 1964 menetapkan tanggal kelahirannya, 21 April, sebagai Hari Kartini, sebuah hari nasional untuk memperingati perjuangan perempuan Indonesia.
Namanya juga diabadikan dalam mata uang rupiah, seperti pada uang pecahan Rp5 dan Rp10.000, serta menjadi nama sejumlah jalan di Indonesia maupun di Belanda, seperti di Amsterdam, Ulo, dan Haarlem.