POSKOTA.CO.ID - Sosok Mulyana sebelumnya dikenal publik lewat penampilannya dalam program televisi Orang Pinggiran di kanal Trans7.
Dalam dokumentasi tersebut, Mulyana atau yang akrab disapa Yana digambarkan sebagai anak yang penuh kasih terhadap keluarganya. Setiap pulang sekolah, ia rutin membantu sang nenek menjual opak nasi, jajanan khas Jawa Barat yang kini viral kembali berkat pemberitaan yang mengiringi sosoknya.
“Kasihan lihat nenek, sudah tua,” ujar Yana dalam cuplikan yang kini kembali beredar di media sosial. Ungkapan polos dan penuh kasih itu sempat mengundang simpati luas dari warganet.
Banyak yang menganggap Yana sebagai teladan generasi muda yang tetap menjunjung tinggi nilai kekeluargaan di tengah keterbatasan ekonomi.
Namun, kisah inspiratif tersebut berubah menjadi tragis ketika nama Mulyana kembali muncul dalam pemberitaan kali ini sebagai tersangka pembunuhan pacarnya sendiri.
Baca Juga: Daftar 97 Pinjol Berizin OJK 2025, Aman dan Terpercaya
Perubahan Citra: Dari Teladan ke Tersangka
Viralnya pemberitaan tentang dugaan keterlibatan Mulyana dalam kasus pembunuhan dan mutilasi membuat publik terkejut.
Pacarnya yang tengah mengandung, SA, ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Berdasarkan laporan kepolisian, Yana diduga membunuh SA karena enggan menikahinya, kendati sang kekasih sudah mengandung anak mereka.
Kasus ini terungkap pada 19 April 2025, ketika pihak kepolisian meringkus Mulyana di wilayah Pabuaran, tanpa perlawanan.
Ia langsung digiring ke Markas Polresta Serang Kota untuk pemeriksaan lebih lanjut. Publik yang mengenal Mulyana sebagai pria sederhana dan penuh kasih tak habis pikir mengapa ia bisa melakukan tindakan sekeji itu.
Jejak Digital dan Hilangnya Akun Media Sosial
Pasca viralnya pemberitaan, akun Instagram milik Yana dan ibunya dikabarkan hilang. Hal ini memunculkan berbagai spekulasi di kalangan warganet, mulai dari dugaan penghapusan akun untuk menghindari hujatan, hingga kemungkinan pengamanan dari pihak keluarga.
Komentar-komentar bermunculan di media sosial. Salah satu komentar yang menarik perhatian datang dari akun @rntalindaaa yang menulis, “Nangis banget liat pas kecilnya Dendam ke ibunya kah sampai begini?”
Komentar tersebut menyiratkan adanya kemungkinan bahwa tindakan Yana dilatarbelakangi trauma masa kecil atau konflik keluarga yang belum terselesaikan.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian atau keluarga, spekulasi ini menjadi bahan diskusi serius di kalangan netizen.
Reaksi Masyarakat dan Media
Perubahan citra Mulyana memunculkan reaksi yang kompleks. Ada yang menyayangkan dan merasa kecewa, ada pula yang mencoba memahami latar belakangnya.
Media memainkan peran penting dalam membentuk opini publik terhadap kasus ini, terlebih mengingat rekam jejak media sebelumnya yang sempat mengangkat Mulyana sebagai “anak baik dari pinggiran”.
Sebagian warganet bahkan merindukan masa ketika tayangan seperti Orang Pinggiran hanya membawa inspirasi, bukan tragedi. Namun, realitas kehidupan yang keras rupanya tidak bisa ditepis begitu saja, bahkan bagi sosok yang dulu disanjung.
Baca Juga: Artis Berinisial TB Viral Usai Disebut Robby Abbas Bertarif Rp400 Juta, Sosoknya Diduga Ini!
Kasus Serupa dan Pelajaran dari Masyarakat
Kasus Mulyana bukan yang pertama dan bukan pula yang terakhir. Banyak individu yang sempat menginspirasi, namun akhirnya terjerat kasus kriminal karena berbagai alasan. Fenomena ini menunjukkan pentingnya pendampingan berkelanjutan tidak hanya dari keluarga, tetapi juga dari lingkungan sosial dan pemerintah.
Masyarakat kerap kali hanya melihat permukaan. Ketika seseorang viral karena kisah sedih atau inspiratif, empati pun mengalir deras.
Namun ketika kisah itu berubah arah, cibiran pun datang silih berganti. Kondisi ini menuntut kita semua untuk lebih kritis dalam menilai seseorang, dan tidak semata-mata menaruh ekspektasi berdasarkan narasi media.
Pentingnya Deteksi Dini Masalah Kejiwaan
Salah satu pelajaran penting dari kasus ini adalah pentingnya sistem deteksi dini atas gangguan kejiwaan, terutama di lingkungan keluarga miskin yang rentan tekanan.
Ketika seseorang sudah menunjukkan tanda-tanda depresi, mudah tersinggung, atau memiliki kecenderungan antisosial, sangat penting bagi keluarga dan masyarakat untuk segera mencari bantuan profesional.
Sayangnya, akses terhadap layanan psikologi atau konseling di banyak daerah di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, peran sekolah, komunitas, dan media dalam meningkatkan kesadaran menjadi sangat penting.