POSKOTA.CO.ID - Taman Safari Indonesia (TSI) selama ini dikenal sebagai destinasi wisata keluarga yang menghadirkan satwa liar dalam nuansa alam terbuka.
Namun, baru-baru ini muncul pengakuan mengejutkan dari mantan pemain sirkus yang mengklaim mengalami eksploitasi, kekerasan fisik, hingga pemisahan dari keluarga kandung sejak usia dini.
Pengakuan ini pertama kali mencuat melalui akun TikTok @cerita_viral2023 yang menampilkan wawancara eksklusif dua korban bernama Butet dan Vivi.
Mereka menyebut bahwa selama bertahun-tahun menjadi pemain sirkus di TSI, mereka mengalami kekerasan fisik, pemukulan, kerja paksa, dan kondisi hidup yang jauh dari layak.
Butet dan Vivi mengklaim tidak pernah mengenal keluarga kandung mereka karena sejak bayi telah "dibesarkan" di lingkungan sirkus yang dikelola oleh Taman Safari. Pengakuan ini memantik gelombang empati dari publik, sekaligus kemarahan yang meluas di media sosial.
Baca Juga: Viral Kasus Polisi yang Menghina Seniman Langsung Diamankan dan Mendekam di Penjara
Nama-nama yang Disebut Sebagai Pelaku Utama Eksploitasi
Dalam pengakuan tersebut, dua korban menyebutkan tiga nama penting yang dituding sebagai pelaku eksploitasi terhadap anak-anak sirkus.
Ketiganya adalah Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw—nama-nama yang diketahui memiliki peran penting dalam manajemen Taman Safari Indonesia.
Butet dan Vivi menyatakan bahwa ketiganya memegang kendali atas sirkus dan diduga mengetahui serta membiarkan praktik kekerasan tersebut terjadi selama bertahun-tahun. Namun hingga kini, belum ada konfirmasi atau tanggapan resmi dari pihak yang bersangkutan.
Warganet Ramai Cari Rekaman CCTV TSI
Sejak viralnya kisah ini, netizen ramai-ramai mencari rekaman CCTV sebagai bukti visual atas dugaan kekerasan dan eksploitasi di lingkungan kerja Taman Safari.
Banyak yang berharap rekaman tersebut dapat membantu proses hukum dan memperkuat pengakuan para korban.
Namun sejauh ini, belum ada rekaman CCTV yang dibuka ke publik secara resmi. Yang beredar hanyalah foto-foto masa kecil para korban dan potongan klip pendek yang menunjukkan kehidupan mereka di lingkungan sirkus.
Pakar hukum menyatakan bahwa keberadaan CCTV dapat menjadi bukti krusial jika kasus ini dibawa ke jalur pidana. Namun tantangannya adalah soal akses dan transparansi dari pihak manajemen TSI dalam membuka data tersebut.
Reaksi Publik dan Sorotan Media
Publik menanggapi kasus ini dengan beragam emosi. Banyak yang merasa marah, prihatin, dan menuntut keadilan bagi para korban.
Beberapa influencer dan aktivis hak anak juga mulai angkat suara, mendesak pemerintah untuk turun tangan dan menyelidiki lebih lanjut.
Media-media nasional turut mengangkat isu ini dan menyoroti potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi dalam industri hiburan anak di Indonesia.
Laporan investigatif mulai bermunculan, mencoba menggali lebih dalam pola rekrutmen dan kehidupan anak-anak di balik layar pertunjukan sirkus.
Caption Foto: Tangkapan layar akun TikTok @cerita_viral2023 yang menampilkan wawancara eksklusif dua korban eksploitasi dari Taman Safari Indonesia. Warganet mendesak pengungkapan CCTV sebagai bukti.
Sorotan terhadap Industri Sirkus dan Hak Anak
Kasus ini membuka tabir kelam dunia hiburan sirkus di Indonesia. Praktik pelatihan keras, penggunaan anak-anak sebagai pemain utama, hingga potensi pelanggaran hak-hak dasar menjadi bahan refleksi nasional.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) diharapkan segera mengambil langkah untuk menyelidiki dan memberi perlindungan hukum kepada korban.
Para pakar juga menyerukan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap industri hiburan berbasis anak-anak.
Sementara itu, organisasi perlindungan anak seperti Komnas Perlindungan Anak dan LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) telah menyatakan kesiapannya untuk mengadvokasi hak para korban dan mendesak pengusutan tuntas terhadap semua pihak yang terlibat.
Baca Juga: Bojan Hodak Evaluasi Tim Persib Bandung Usai Tanding vs Bali United, Modal untuk Juara Musim Ini
Tuntutan Transparansi dan Proses Hukum
Tuntutan utama dari masyarakat saat ini adalah transparansi dari pihak Taman Safari Indonesia. Banyak yang mendesak agar TSI membuka rekaman CCTV dan memberikan klarifikasi atas tuduhan yang beredar.
Jika benar terjadi praktik eksploitasi dan kekerasan terhadap anak-anak, maka langkah hukum harus segera ditempuh. Para korban berhak mendapatkan keadilan, perlindungan hukum, dan pemulihan trauma melalui layanan rehabilitasi.
Pakar hukum pidana menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak, eksploitasi tenaga kerja anak, dan pemisahan dari orang tua kandung dapat dikenai sanksi pidana berat sesuai dengan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan KUHP.
Kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus di Taman Safari Indonesia adalah momentum penting bagi Indonesia untuk mengevaluasi ulang sistem perlindungan anak dalam dunia hiburan.
Tidak ada satu pun anak yang pantas tumbuh besar dalam tekanan, pemukulan, dan pemisahan dari keluarga demi kepentingan tontonan publik.
Publik kini menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan manajemen TSI untuk memberikan keadilan kepada korban. Lebih dari sekadar CCTV atau viralitas TikTok, ini adalah soal kemanusiaan dan masa depan anak-anak bangsa.