POSKOTA.CO.ID - Nama Frans Manansang, salah satu pemilik Taman Safari Indonesia, mendadak menjadi pusat perhatian publik setelah mencuatnya kesaksian mengejutkan dari seorang eks pemain sirkus, yang dikenal sebagai Ibu Butet.
Kasus ini tidak hanya menyoroti figur Frans Manansang, tetapi juga menguak kembali isu lama terkait dugaan kekerasan terhadap anak-anak di lingkungan Oriental Circus Indonesia (OCI), sebuah institusi hiburan yang sempat menjalin kemitraan dengan Taman Safari.
Momen viral ini dipicu oleh sebuah wawancara yang diunggah melalui akun TikTok @mastercorbuzier dan kemudian dikutip berbagai media nasional.
Dalam wawancara tersebut, Ibu Butet secara terbuka mengungkap pengalaman pahit selama menjalani kehidupan sebagai anak sirkus.
Sejak usia dini, ia berada di bawah naungan OCI dan kemudian diboyong untuk tampil dalam pertunjukan sirkus di area Taman Safari.
Pengakuan Ibu Butet menggugah simpati dan kemarahan publik, terutama karena rincian kejadian yang diungkap melibatkan kekerasan fisik, eksploitasi, dan pelanggaran hak-hak dasar anak.
Baca Juga: Fans Seringai Ungkap Pengalaman Nonton di Jepang Sebelum Ricky Siahaan Wafat
Kisah Kekerasan yang Mencuat: "Dijejali Kotoran Hewan"
Salah satu kesaksian paling menggemparkan dari Ibu Butet adalah insiden ketika dirinya dihukum secara tidak manusiawi oleh istri Frans Manansang.
Menurut pengakuan tersebut, peristiwa itu terjadi setelah dirinya tertangkap mencoba mencicipi empal, makanan yang bukan diperuntukkan baginya. Tindakan tersebut dilaporkan kepada istri pemilik sirkus oleh seorang pembantu rumah tangga.
Alih-alih ditegur secara wajar, Ibu Butet justru mengaku dipaksa memakan kotoran hewan oleh istri Frans Manansang, suatu tindakan yang dilakukan di hadapan banyak orang namun tidak ada yang berani menolong.
“Karena saya anak kecil, saya kira itu sesuatu yang biasa. Tapi sekarang saya sadar itu adalah kekerasan,” ujar Ibu Butet dalam wawancara tersebut.
Meskipun pengakuan ini belum dapat diverifikasi secara hukum, dampaknya di media sosial sangat besar. Netizen ramai-ramai menelusuri siapa sebenarnya sosok istri Frans Manansang yang disebut dalam kesaksian tersebut. Namun, hingga kini, belum ada informasi valid yang mengungkapkan identitas atau foto sang istri.
Pihak keluarga Frans Manansang juga belum memberikan klarifikasi resmi atas tuduhan tersebut, membuat publik semakin penasaran dan mendesak penegakan hukum atas kesaksian yang telah beredar.
Pencarian Identitas: Siapa Istri Frans Manansang?
Ketiadaan informasi resmi tentang identitas istri Frans Manansang menjadi tanda tanya besar. Masyarakat daring berlomba-lomba mencari informasi personal melalui berbagai platform, termasuk Google, media sosial, dan forum daring.
Namun, minimnya dokumentasi publik tentang kehidupan pribadi keluarga Manansang membuat pencarian ini nyaris buntu.
Tidak terdapat catatan hukum maupun pemberitaan resmi yang menyebut nama atau profil lengkap istri Frans Manansang, apalagi pernyataan klarifikasi langsung dari yang bersangkutan.
Dalam konteks hukum, hal ini memperumit investigasi publik karena sulitnya menghubungkan tuduhan langsung kepada individu tanpa data identifikasi yang sah.
Meski demikian, hal ini tidak menyurutkan desakan publik agar aparat penegak hukum dan lembaga seperti Komnas HAM melakukan penyelidikan.
Oriental Circus Indonesia dan Taman Safari: Sejarah, Kekuasaan, dan Relasi
Oriental Circus Indonesia merupakan salah satu sirkus keliling tertua di Indonesia yang telah berdiri sejak 1967. Beberapa mantan pemain menyebutkan bahwa hubungan kerja antara OCI dan Taman Safari dimulai sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an, ketika sirkus menjadi bagian dari atraksi utama taman rekreasi tersebut.
Dalam struktur kekuasaan hiburan tradisional seperti sirkus, banyak anak-anak yang bekerja tanpa perlindungan hukum yang layak. Berdasarkan berbagai laporan dari mantan pemain, anak-anak sirkus dididik dengan keras, bahkan tidak sedikit yang mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikis demi menjaga disiplin pertunjukan.
Taman Safari Indonesia sendiri, yang dikelola oleh keluarga Manansang dan Sumampouw, kini memiliki lebih dari 10 destinasi wisata di Indonesia termasuk di Bogor, Prigen, dan Bali.
Kepemilikan tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh keluarga ini dalam industri hiburan dan wisata nasional.
Namun, di balik kemegahan bisnis tersebut, tersimpan kisah pilu yang telah lama disembunyikan.
Baca Juga: Motif Sadis Pelaku Mutilasi Wanita Muda di Serang Terungkap, Begini Pengakuannya
Isu Lama yang Kembali Mengemuka: Laporan 1997 ke Komnas HAM
Satu hal yang memperkuat keprihatinan publik adalah adanya catatan bahwa kasus ini bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Pada tahun 1997, laporan dugaan eksploitasi anak oleh OCI dan Taman Safari telah disampaikan kepada Komnas HAM.
Dokumen tersebut berisi pengakuan dari mantan pemain yang mengalami pemukulan, kerja paksa, hingga pelanggaran hak pendidikan.
Namun, karena keterbatasan bukti atau kurangnya perhatian media pada masa itu, laporan tersebut tidak mendapatkan tindak lanjut yang memadai.
Kini, dua dekade kemudian, kesaksian Ibu Butet seolah menjadi pengingat akan kegagalan penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok rentan di masyarakat.
Desakan Publik: Penegakan Hukum dan Tanggung Jawab Moral
Setelah viralnya wawancara Ibu Butet, gelombang reaksi dari warganet pun tak terbendung. Ribuan komentar membanjiri unggahan TikTok maupun kanal YouTube yang menayangkan wawancara tersebut.
Beberapa pengguna media sosial bahkan meminta agar aparat penegak hukum turun tangan untuk melakukan investigasi ulang.
Komnas Perlindungan Anak, Komnas HAM, dan lembaga seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diharapkan segera mengambil langkah, baik dalam bentuk penyelidikan independen maupun perlindungan terhadap saksi yang telah bersuara.
Lebih jauh, publik juga meminta adanya tanggung jawab moral dari keluarga Frans Manansang, terutama karena posisi mereka sebagai pemilik taman hiburan berskala nasional yang selama ini mempromosikan nilai edukasi dan konservasi.
Kasus Frans Manansang dan kesaksian Ibu Butet membuka kembali wacana penting seputar perlindungan anak dalam industri hiburan di Indonesia.
Dalam era di mana suara korban mulai berani didengar, menjadi keharusan bagi semua pihak, terutama aparat penegak hukum dan lembaga HAM, untuk bertindak sesuai prinsip keadilan.
Kejadian ini bukan hanya tentang masa lalu seorang anak sirkus, tetapi juga cermin dari bagaimana sistem sosial kita merespons kekerasan yang terjadi dalam lingkup tertutup dan berkuasa. Jika tidak ada keadilan hari ini, maka sejarah akan terus terulang dalam bentuk baru.