Besok, 21 April, Diperingati sebagai Hari Ibu Kita Kartini: Mengenang Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan Indonesia

Minggu 20 Apr 2025, 10:23 WIB
Potret Kartini semasa hidup. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

Potret Kartini semasa hidup. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

POSKOTA.CO.ID - Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini, sebuah momentum nasional untuk mengenang dan menghormati jasa Raden Ajeng Kartini, sosok pelopor emansipasi perempuan di Indonesia.

Peringatan ini tidak hanya menjadi seremonial belaka, tetapi juga refleksi terhadap perjuangan perempuan dari masa kolonial hingga era modern saat ini.

Latar Belakang Kartini: Bangsawan dengan Pandangan Progresif

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan anak dari keluarga bangsawan Jawa, yang pada masa itu menganut tradisi ketat terhadap perempuan, terutama dalam hal pendidikan dan pergaulan.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar di Europese Lagere School (ELS), Kartini tidak diizinkan melanjutkan pendidikan karena memasuki usia “pingitan” sesuai adat kala itu.

Namun, kondisi tersebut tidak membatasi semangatnya. Di rumah, ia melanjutkan pendidikan secara mandiri.

Kartini banyak membaca buku, majalah, dan surat kabar berbahasa Belanda, yang memperkenalkannya pada gagasan-gagasan kebebasan, kesetaraan, dan kemajuan.

Ketertarikannya pada pemikiran-pemikiran dari dunia Barat menjadikan Kartini pribadi yang kritis terhadap struktur sosial yang mengekang perempuan.

Perjuangan melalui Pena: Surat-surat yang Mengubah Sejarah

Kartini menyuarakan keresahan dan idealismenya melalui korespondensi dengan sahabat-sahabat penanya di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon.

Dalam surat-surat itu, ia menyoroti ketimpangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan, kritik terhadap budaya patriarki, dan keinginannya melihat perempuan pribumi hidup mandiri dan terdidik.

“Aku ingin sekali melihat perempuan Indonesia tidak hanya duduk diam di rumah, tapi mampu berdiri sendiri, berbicara, dan berperan dalam kemajuan masyarakat,” tulis Kartini dalam salah satu suratnya.

Setelah wafatnya Kartini pada usia muda, 17 September 1904, suaminya dan pemerintah Belanda menerbitkan kumpulan surat-surat tersebut dalam sebuah buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku ini menjadi sumber inspirasi bagi gerakan perempuan Indonesia di masa-masa berikutnya.

Pendirian Sekolah untuk Perempuan

Kartini tidak hanya berbicara—ia juga bertindak. Salah satu bentuk nyata perjuangannya adalah dengan mendirikan Sekolah Perempuan di Jepara, yang menjadi tempat belajar bagi anak-anak perempuan dari berbagai kalangan.

Sekolah ini mengajarkan keterampilan dasar, membaca, menulis, dan keterampilan rumah tangga, sebagai bekal untuk kemandirian perempuan.

Langkah ini sangat progresif di masa itu, dan menjadi cikal bakal berkembangnya pendidikan perempuan di Indonesia.

Peringatan Hari Kartini dan Relevansinya Saat Ini

Presiden Soekarno menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini melalui Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964.

Sejak saat itu, peringatan ini menjadi bagian penting dari kalender nasional sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan Kartini dalam membela hak-hak perempuan.

Setiap tahun, peringatan Hari Kartini dirayakan di sekolah-sekolah, instansi pemerintah, hingga komunitas masyarakat.

Kegiatan seperti lomba pidato, pawai budaya, pemakaian busana adat, dan diskusi tentang perempuan menjadi tradisi dalam memperingati hari bersejarah ini.

Namun lebih dari itu, semangat Kartini kini telah melampaui simbol kebaya dan sanggul. Kartini adalah simbol dari perempuan yang berpikir maju, berani melawan ketidakadilan, dan memperjuangkan kesetaraan secara intelektual dan nyata.

Perempuan Masa Kini: Meneruskan Jejak Kartini

Di era modern, semangat Kartini tercermin dalam banyak tokoh perempuan yang menempati posisi strategis—baik di pemerintahan, pendidikan, bisnis, hingga teknologi.

Perjuangan Kartini menjadi fondasi bagi hadirnya kebijakan kesetaraan gender, perlindungan hak perempuan, dan pengarusutamaan gender dalam berbagai sektor.

Meski begitu, tantangan belum usai. Perempuan Indonesia masih menghadapi berbagai isu seperti kekerasan dalam rumah tangga, diskriminasi di tempat kerja, kesenjangan akses pendidikan di daerah terpencil, dan stigma sosial lainnya.

Oleh karena itu, Hari Kartini menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Diperlukan upaya kolektif dari semua pihak untuk melanjutkan cita-cita Kartini dalam mewujudkan perempuan Indonesia yang cerdas, mandiri, dan setara.

“Perempuan bisa menjadi apa pun yang ia mau. Bukan karena dia perempuan, tapi karena dia mampu.” – Semangat Kartini

Kalau kamu mau versi ini dijadikan teks pidato, siaran radio, atau artikel koran digital, tinggal bilang aja ya! Bisa disesuaikan gaya bahasanya.

Berita Terkait

News Update