Viral di Tiktok Makna Sebenarnya Muthawif Boys: Tren Viral yang Buat Ukhti Yalili Gelisah, Ternyata Lebih Parah dari Walid

Sabtu 19 Apr 2025, 10:20 WIB
Makna Sebenarnya Muthawif Boys. Bikin Ukhti ilfil (Sumber: TikTok/@arosukai)

Makna Sebenarnya Muthawif Boys. Bikin Ukhti ilfil (Sumber: TikTok/@arosukai)

Seiring meningkatnya kesadaran digital, publik mulai mengedukasi diri mengenai batasan interaksi dalam konteks ibadah. Muncul pula tagar #MuthawifBoys sebagai bentuk kritik dan satir terhadap fenomena ini.

Beberapa akun publik figur muslimah bahkan ikut angkat bicara, meminta agar lembaga penyelenggara umrah lebih selektif dalam merekrut muthawif tidak hanya melihat dari fasihnya bahasa Arab atau pakaian islami, namun juga kepribadian dan integritas.

Tak sedikit pula jamaah dan alumni umrah yang menegaskan bahwa muthawif profesional sejatinya sangat membantu, bekerja tanpa pamrih, dan menjaga batas interaksi. Mereka berharap insiden ini tidak mencoreng citra ribuan muthawif lain yang bekerja dengan tulus.

Bagaimana Mencegahnya ke Depan?

Fenomena viral ini menjadi momentum evaluasi mendalam. Baik dari penyelenggara umrah, lembaga pelatihan muthawif, hingga komunitas daring muslim. Beberapa saran konkret yang dapat diterapkan antara lain:

  1. Sertifikasi Etika Profesi: Pelatihan bagi calon muthawif harus mencakup modul etika interaksi, komunikasi yang sesuai syariah, dan penguatan adab pelayanan terhadap jamaah.
  2. Verifikasi Identitas Digital: Para pemandu yang menggunakan media sosial sebaiknya didampingi atau diregulasi oleh lembaga, agar tidak menyalahgunakan profesi untuk pencitraan pribadi.
  3. Kanal Laporan Khusus: Adanya saluran pelaporan untuk jamaah perempuan yang mengalami pelecehan verbal dari muthawif akan mendorong terciptanya sistem pengawasan berbasis kesadaran jamaah.
  4. Edukasi untuk Jamaah: Edukasi kepada jamaah, terutama generasi muda dan influencer, agar memahami batasan interaksi selama ibadah dan tidak terkecoh dengan pencitraan semu.

Fenomena Muthawif Boys bukanlah gambaran dari keseluruhan profesi muthawif, melainkan cerminan dari segelintir oknum yang menyalahgunakan status untuk kepentingan pribadi.

Namun demikian, kasus ini membuka ruang refleksi besar bahwa profesi berbasis agama bukan hanya soal tampilan luar, namun akhlak yang harus selaras dengan nilai-nilai Islam.

Sudah seharusnya, baik pelaku ibadah maupun pemandunya, menjaga adab dalam segala situasi. Di era di mana citra mudah dimanipulasi, kita perlu kembali pada esensi keikhlasan, amanah, dan adab. Sebab Tanah Suci bukan panggung pencitraan melainkan tempat berserah kepada Ilahi.

Berita Terkait

News Update