Pesan tersebut dikirimkan oleh akun yang mencantumkan identitas sebagai muthawif, lengkap dengan pose foto di depan Ka'bah, mengenakan jubah, atau sedang menggendong koper jamaah.
Konten kreator yang berbicara secara terbuka pun tak luput dari hujatan netizen, seolah-olah mereka yang menjadi penyebab karena tampil cantik dan "ukhti yali yalili", istilah populer di TikTok yang menggambarkan perempuan dengan penampilan syar’i yang estetis dan cenderung performatif.
Namun setelah bukti percakapan pribadi bermunculan, publik berbalik menyoroti para muthawif yang justru memanfaatkan posisi spiritual untuk mendekati perempuan dengan cara tidak pantas.
Muthawif vs Walid: Ketika Perbandingan Jadi Sindiran
Sebagian netizen menyebut Muthawif Boys ini “lebih parah dari Walid”, merujuk pada karakter atau persona yang selama ini dipandang negatif sebagai pria manipulatif religius. Sebutan “melebihi Walid” menjadi ironi tersendiri menunjukkan bahwa sosok yang seharusnya menjadi penjaga ibadah, justru menjadi pelaku gangguan emosional.
Fenomena ini turut memunculkan diskursus baru: bagaimana seharusnya masyarakat melihat profesi religius? Apakah cukup dengan jubah, status "orang dalam Mekkah", dan bahasa Arab untuk mengklaim otoritas moral?
Etika Profesi dan Tanggung Jawab Sosial
Dalam perspektif syariah, seorang muthawif bukan hanya bertugas membimbing ibadah secara teknis, melainkan juga wajib menjadi contoh akhlak dan pembawa kenyamanan.
Ketika terjadi pelanggaran adab seperti genit kepada jamaah, apalagi saat ibadah, maka hal ini tergolong sebagai pelanggaran etik berat.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi Dar Al-Hijrah, lembaga pendidikan Islam Timur Tengah, peran muthawif menuntut amanah tinggi karena bersentuhan langsung dengan tamu Allah (dhuyufurrahman).
Bahkan, dalam hadis Nabi SAW disebutkan bahwa siapa pun yang menyulitkan atau mengganggu orang yang sedang beribadah di tanah suci, maka ia mendapat ancaman serius.
Fakta bahwa beberapa dari Muthawif Boys ini malah menjadikan profesi sebagai branding media sosial, lengkap dengan strategi pencitraan islami, menambah kompleksitas masalah.
Tidak sedikit dari mereka menyisipkan potongan ayat, zikir, hingga ceramah singkat di akun Instagram atau TikTok mereka padahal dalam praktik, perilakunya tidak mencerminkan ajaran tersebut.
Baca Juga: Waspada Pinjaman Online Ilegal, Begini Cara Cek Legalitasnya