Ada hal menarik seperti dikatakan mantan Menko Polhukam, Mahfud MD dalam sebuah diskusi publik di Jakarta Selatan, Kamis, 17 April 2025.
Seperti diberitakan, menurut Mahfud yang juga mantan Ketua MK itu, sekarang ini terjadi Otokratik Legalism, sebuah teori yang mana dalam pembentukan hukum dibuat untuk sebuah agenda politik penguasa.
Kalau ingin sesuatu, tapi hukumnya tidak ada, maka hukumnya dibuat agar sesuatu menjadi ada, tapi dibuatnya diam – diam. Atau sebaliknya, kalau ada aturannya, diubah, dipaksakan diubah.
“Namanya bagus ya, teori Otokratik Legalism,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Kita tak perlu membahas teori, otak kita nggak nyampai ke sana. Biarlah itu menjadi urusan para ahli, kalangan akademisi,” kata Yudi.
“Nggak ada salahnya kita tahu, setidaknya sekadar tahu, namanya juga ilmu. Kalau kita-kita ini bahasa gampanya teori otak-atik aturan untuk memudahkan kepentingan mencapai tujuan,” jelas mas Bro.
“Jangan memaksakan kata yang sama, otokratik jadi otak – atik,” kata Yudi.
“Yang penting tahu maksudnya seperti itu. Bahwa ada penafsiran lain mengenai teori itu atau terbantahkan dengan teori lain, itu soal lain. Serahkan kepada ahlinya. Bagi kita yang penting nggak ketinggalan update ilmu,” kata mas Bro.
“Tetapi bukankah hukum itu dibuat dengan tujuan mulia, untuk kebaikan dan keselamatan rakyat, bangsa dan negara. Undang – undang misalnya direvisi, diperbarui karena sudah tak sesuai kondisi zaman,” kata Heri.
“Ya, memang seharusnya begitu. Peraturan diciptakan untuk kedamaian, ketertiban dan keamanan serta membahagiakan masyarakat. Jika aturan main diciptakan untuk merusak, namanya menyalahi kodrat,” kata Yudi.
“Cuma kadang mencuat penilaian ada hukum atau peraturan yang dibuat itu sarat kepentingan politik, ketimbang perbaikan hukum itu sendiri bagi kepentingan rakyat,” urai mas Bro.
“Jadi landasan utamanya, dengan hukum atau aturan yang baru menjadi lebih baik ketimbang sebelumnya. Baik bagi rakyat, bangsa dan negara. Intinya menjadi lebih baik bagi semuanya,” kata Heri.
“Maknanya, hukum yang baru, meski kehadirannya dipaksakan, tetapi teruji kondisi negeri menjadi lebih baik, tak perlu diperdebatkan?. Lain lagi, jika sudah dipaksakan dibuat, tetapi nyata – nyata menyengsarakan rakyat,” kata mas Bro.
“Kian aneh, jika aturan sudah baik malah diotak – atik akhirnya menjadi tidak baik,” tambah Yudi. (Joko Lestari).