Sinopsis Lengkap Film Sosial-Politik Terbaru Joko Anwar: Pengepungan di Bukit Duri 2025

Jumat 18 Apr 2025, 10:45 WIB
Sinopsis lengkap Pengepungan di Bukit Duri, film terbaru Joko Anwar. (Sumber: X/@WatchmenID)

Sinopsis lengkap Pengepungan di Bukit Duri, film terbaru Joko Anwar. (Sumber: X/@WatchmenID)

POSKOTA.CO.ID - Dunia perfilman Indonesia kembali dihebohkan dengan karya terbaru dari sutradara papan atas Joko Anwar. Film berjudul Pengepungan di Bukit Duri ini resmi tayang serentak di seluruh bioskop tanah air mulai 17 April 2025.

Karya ini menjadi film ke-11 dalam perjalanan karier Anwar yang konsisten menghadirkan cerita-cerita penuh makna. Film ini mengangkat latar belakang sosial Indonesia di masa depan yang penuh gejolak dan ketegangan.

Berlatar tahun 2027, Pengepungan di Bukit Duri menghadirkan kisah perjuangan seorang guru bernama Edwin yang terjebak dalam konflik sosial besar. Seperti karya-karya Anwar sebelumnya, film ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyuguhkan kritik sosial yang relevan dengan kondisi saat ini.

Dibintangi oleh sederet aktor dan aktris berbakat, film ini sudah dinanti-nanti oleh para penggemar sineas berbakat ini. Tidak hanya menawarkan cerita yang mendebarkan, Pengepungan di Bukit Duri juga menyajikan visualisasi sinematik yang memukau khas Joko Anwar. Bagi penikmat film dengan tema sosial-politik, karya ini layak menjadi prioritas tontonan musim ini.

Baca Juga: Jadwal Tayang Film Pengepungan di Bukit Duri di Seluruh Bioskop DKI Jakarta

Sinopsis Film Pengepungan di Bukit Duri

Di tahun 2027, Jakarta dilanda gejolak sosial yang memecah belah masyarakat. Edwin (Omara Esteghlal), seorang guru idealis yang trauma akibat kerusuhan berdarah tahun 2009, memilih mengajar di SMA Duri, sebuah sekolah di kawasan kumuh yang menjadi titik pusat ketegangan sosial. Sekolah ini bukan hanya tempat mengajar bagi Edwin, melainkan juga tempat pelarian dari masa lalunya yang kelam.

Ketika demonstrasi besar-besaran berubah menjadi kerusuhan massal, seluruh kota jatuh dalam kekacauan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman justru berubah menjadi medan pertempuran.

Edwin bersama keponakannya, Doti (Satine Zaneta), dan sejumlah siswa terjebak di dalam gedung sekolah yang dikepung oleh massa yang mengamuk. Di tengah kepungan itu, Edwin harus menghadapi bukan hanya ancaman dari luar, tetapi juga konflik internal dengan sesama pengungsi yang mulai kehilangan akal sehatnya.

Film ini secara brilian menggarap dinamika psikologis para tokoh yang terjebak dalam situasi ekstrem. Karakter Diana (Hana Pitrashata Malasan), seorang aktivis muda, menjadi representasi suara perlawanan.

Sementara Jay (Farandika) dan Rangga (Fatih Unru) mewakili dua sisi masyarakat yang saling bertolak belakang. Adegan-adegan tegang diselingi kilas balik yang mengungkap trauma masa lalu Edwin, menciptakan narasi yang kompleks tentang siklus kekerasan yang tak berujung.

Di puncak konflik, Edwin dihadapkan pada pilihan sulit: tetap bertahan dengan prinsip kemanusiaannya atau melakukan kekerasan untuk bertahan hidup.

Berita Terkait

News Update