“Kalau dia betul-betul otentik, difoto dengan kamera jadul pun akan dianggap otentik. Justru dengan tidak didokumentasikan, maka bertambah lagi kecurigaan publik,” ujar Rocky.
Rocky menyatakan, penyelesaian masalah ini tidak cukup hanya dengan catatan administrasi dari UGM. Publik, ujarnya, ingin melihat langsung bentuk fisik ijazah yang sebelumnya disebut sempat ditunjukkan dalam proses pencalonan di KPU Solo, Jakarta, dan tingkat nasional.
“Orang mau lihat ijazahnya. Karena itu barang otentik yang pernah diperlihatkan di KPU. Kalau sekadar ada catatannya di UGM, ya itu pasti semua ada. Tetapi karena ini menyangkut surat resmi dalam bentuk material, bendanya itu, maka orang mulai menagih barang itu,” ujarnya.
Baca Juga: Mahfud MD Soroti Polemik Ijazah Jokowi: UGM Tak Layak Diseret ke Ranah Hukum
Rocky juga menyoroti dilema hukum dalam kasus ini. Ia menilai bahwa membawa perkara ke pengadilan memang sah, tetapi belum tentu efektif, sebab persoalannya bukan sekadar hukum, melainkan juga menyangkut integritas moral.
“Ini bukan soal kejahatan. Ini soal moral call untuk memperlihatkan kematangan seorang pemimpin sebagai seorang noble, seorang yang mulia,” kata Rocky.
Ia pun mempertanyakan dasar hukum tuduhan fitnah yang akan diajukan Jokowi. Menurutnya, permintaan keterbukaan dari warga negara tidak bisa dikategorikan sebagai fitnah.
“Semua kecurigaan itu bukan fitnah. Jadi salah bila Pak Jokowi menganggap dia difitnah. Tidak. Fitnah itu antarmanusia, bukan antara warga negara dengan presidennya,” ucapnya.
Baca Juga: Jokowi Tunjukkan Ijazahnya Hanya ke Wartawan, Netizen Malah Makin Curiga
Rocky menyimpulkan bahwa kini bola berada di tangan Jokowi, dan publik akan menantikan apakah proses hukum ini akan menjawab keraguan atau justru memperpanjang polemik.
“Kalau dibawa ke pengadilan, maka mereka yang menuduh, mendalilkan itu, harus membuktikan. Padahal ini bukan urusan pengadilan. Pengadilan itu urusan antarindividu. Bahwa ada kejahatan, maka dilaporkan,” tutupnya.