POSKOTA.CO.ID - Profesi dokter selama ini dikenal sebagai simbol kepercayaan, pengabdian, dan etika. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kepercayaan itu mulai tergerus.
Serangkaian kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum tenaga medis membuat publik geram dan menuntut pembenahan serius dalam dunia kedokteran Indonesia.
Dari ruang praktik hingga rumah sakit besar, korban terus bermunculan. Tak hanya satu atau dua kasus, tetapi rentetan kejadian dari tahun ke tahun menunjukkan adanya pola yang mengkhawatirkan.
Tercatat, sejak 2018 hingga 2025, setidaknya tujuh kasus besar mencuat ke permukaan, semuanya melibatkan dokter laki-laki sebagai pelaku dan pasien atau tenaga kesehatan wanita sebagai korban.
Potret Kasus dari Tahun ke Tahun
1. Surabaya, 2018 – Calon Perawat Dilecehkan saat Tes Kesehatan
Kasus ini terjadi di National Hospital, Surabaya. Seorang wanita yang tengah mengikuti tes kesehatan sebagai bagian dari rekrutmen tenaga medis melaporkan telah diraba oleh dokter yang memeriksanya.
Ia mengaku tangan sang dokter menyentuh alat kelaminnya tanpa alasan medis. Video kesaksian korban sempat viral, memicu kemarahan publik.
Meskipun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan akan melakukan investigasi etik, hasil penanganan kasus ini tidak pernah diungkap secara transparan ke publik.
2. Aceh Timur, 2020–2021 – Pemeriksaan Tumor Berakhir Pelecehan
Seorang wanita muda, pasien di RSUD Aceh Timur, diduga menjadi korban dokter berinisial H yang menyalahgunakan kewenangannya saat pemeriksaan tumor di payudara.
Dokter tersebut dilaporkan memasukkan jarinya ke organ intim korban. Setelah melalui proses hukum, H dituntut 4 tahun penjara. Kasus ini menjadi sorotan karena termasuk salah satu yang berhasil dibawa hingga ke pengadilan.
3. Solo, 2023 – Pelecehan di Ruang Kerja
PR, kepala laboratorium rumah sakit di Solo, dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap bawahannya, seorang teknisi laboratorium berinisial NI.
Aksi tersebut diduga dilakukan di lingkungan rumah sakit. Meskipun belum berujung pada proses hukum yang tuntas, PR telah dinonaktifkan dari jabatannya sambil menunggu hasil penyelidikan pihak berwenang.
Baca Juga: Viral! Wanita Asal Bandung Ungkap Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter di RS Malang
4. Palembang, 2023–2024 – Disuntik dan Dicabuli Saat Tak Sadar
TAF, seorang istri pasien yang sedang hamil, menjadi korban dokter ortopedi berinisial MY. Dalam laporannya, TAF mengaku disuntik hingga tak sadar dan kemudian mengalami pelecehan seksual.
Kasus ini sangat mengejutkan karena dilakukan terhadap korban yang dalam kondisi lemah dan tidak bisa melawan. Pada Mei 2024, MY resmi ditahan oleh pihak kepolisian.
5. Tangerang, 2024 – Konsultasi Menstruasi Berujung Pelecehan
AA, remaja 19 tahun, melaporkan tindakan tidak senonoh yang dialaminya saat konsultasi tentang menstruasi di sebuah klinik di Cipadu, Tangerang.
Dokter yang memeriksanya diduga meraba bagian tubuh korban secara tidak pantas. Proses penyelidikan oleh kepolisian masih berlangsung.
6. Garut, 2024–2025 – Pelecehan Terekam CCTV dan Viral
Dokter kandungan berinisial MSF menjadi pusat sorotan setelah video dari CCTV ruang USG tersebar di media sosial. Dalam rekaman tersebut, terlihat MSF menyentuh bagian dada pasien secara tidak wajar.
Video yang viral pada April 2025 itu memicu kecaman luas karena MSF ternyata pernah dilaporkan atas kasus serupa di 2024, namun tidak ditindak serius. Saat ini, MSF telah diamankan, dicabut izin praktiknya di Garut, dan tengah menjalani proses hukum.
7. Malang, 2025 – Pengakuan Korban Lewat Media Sosial
Kasus terbaru terjadi di Malang, ketika seorang wanita asal Bandung berinisial AM membagikan pengalamannya melalui Instagram.
Ia mengaku menjadi korban pelecehan oleh seorang dokter saat menjalani pemeriksaan. Meski identitas dokter belum dipublikasikan, kasus ini langsung ditangani Polres Gresik dan menjadi perbincangan nasional.
Lemahnya Mekanisme Perlindungan Pasien
Rentetan kasus ini mengungkap lemahnya sistem perlindungan pasien di Indonesia. Dalam banyak kasus, korban baru berani melapor setelah trauma yang mendalam.
Bahkan ada yang baru mengungkapkan lewat media sosial karena merasa tidak percaya pada mekanisme hukum atau khawatir akan dikriminalisasi.
Lembaga seperti IDI, Dinas Kesehatan, hingga rumah sakit tempat pelaku bekerja seringkali dianggap lambat bertindak atau tidak transparan dalam penanganan kasus.
Desakan untuk Reformasi Sistem Kesehatan dan Etika Profesi
Pengamat kesehatan dan aktivis perempuan menilai kejadian ini harus menjadi momentum reformasi menyeluruh dalam dunia kedokteran.
Mulai dari sistem pelaporan internal, pengawasan etik, hingga mekanisme hukum yang berpihak pada korban.
“Harus ada sistem pelaporan yang aman dan anonim, dengan pengawasan independen. Tidak bisa lagi kasus-kasus ini ditutupi atau diselesaikan diam-diam,” ujar Nirmala Dewi, Direktur LSM Perlindungan Perempuan Nusantara.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan IDI kini berada dalam sorotan, terutama setelah muncul kasus dokter kandungan di Garut.
Mereka diminta terbuka terhadap hasil investigasi etik dan tidak menutup-nutupi pelanggaran demi nama baik organisasi.