Makna Perayaan Trihari Suci, Dari Kamis Putih hingga Vigili Paskah Menurut Romo Feri

Kamis 17 Apr 2025, 13:14 WIB
Makna perayaan Trihari Suci (Sumber: Pixabay/kalhh)

Makna perayaan Trihari Suci (Sumber: Pixabay/kalhh)

POSKOTA.CO.ID - Setelah memperingati Minggu Palma, umat Kristiani memasuki momen penting dalam kalender liturgi, yakni Kamis Putih yang jatuh pada 17 April 2025. Hari ini menjadi awal dari rangkaian Tri Hari Suci Paskah.

Kamis Putih diperingati untuk mengenang Perjamuan Terakhir yang dilakukan oleh Yesus bersama para murid-Nya sebelum Ia ditangkap dan disalibkan. Dalam peristiwa sakral ini, Yesus membagikan roti Paskah sebagai lambang tubuh-Nya.

Selain itu, Kamis Putih juga dikenal karena tindakan simbolis Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya, sebuah perbuatan yang kala itu dianggap rendah dan biasanya hanya dilakukan oleh hamba.

Tindakan ini mencerminkan kerendahan hati, pelayanan tanpa syarat, serta kasih yang tulus dari Yesus kepada sesama.

Baca Juga: Perayaan Kamis Putih, Berikut Hal Yang Diwariskan Hingga Saat Ini

Makna Spiritual dan Teladan dari Kamis Putih

Yesus, meskipun adalah Sang Mesias, rela merendahkan diri dan melayani para murid-Nya. Ini menjadi teladan bahwa seorang pemimpin sejati adalah mereka yang melayani, bukan dilayani.

Pembasuhan kaki dalam tradisi Kamis Putih menjadi simbol pelayanan tanpa memandang status atau latar belakang. Nilai-nilai seperti kasih, pengampunan, kerendahan hati, serta kesadaran akan bahaya dari hawa nafsu duniawi menjadi bagian dari refleksi rohani hari ini.

Gereja melanjutkan tradisi ini melalui misa Kamis Putih, di mana imam atau pendeta kerap melakukan ritual pembasuhan kaki kepada umat terpilih sebagai lambang pelayanan Kristus.

Asal Usul dan Perayaan Sejak Gereja Awal

Catatan sejarah menyebutkan bahwa Kamis Putih sudah dirayakan sejak abad ke-4, seperti tercatat dalam Konsili Hippo pada tahun 393. Sejak saat itu, Kamis Putih menjadi bagian tak terpisahkan dari Tri Hari Suci.

Dalam perkembangan liturgi Gereja, Paskah tidak lagi hanya diperingati sebagai hari Minggu kebangkitan. Rentang perayaannya kini mencakup berbagai momen, mulai dari Rabu Abu, Minggu Sewa, Minggu Sengsara, Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi, Minggu Paskah, hingga Hari Kenaikan dan Pentakosta.

Rangkaian Ibadah Kamis Putih

Perayaan Kamis Putih biasanya terdiri dari beberapa bagian utama:

  • Ibadat Sabda
  • Pembasuhan Kaki
  • Perayaan Ekaristi
  • Pemindahan Sakramen Mahakudus

Dalam berbagai tradisi dan budaya, Kamis Putih memiliki beragam nama seperti "Maundy Thursday" atau "Holy Thursday", tergantung pada konteks bahasa dan kebiasaan setempat.

Pelajaran yang Bisa Diambil

Kamis Putih mengajarkan bahwa kekuasaan sejati terletak pada kemampuan untuk mengasihi dan melayani. Nilai-nilai seperti pelayanan tanpa pamrih, kerendahan hati, doa yang tulus, kasih kepada musuh, serta kesadaran akan bahaya nafsu duniawi, menjadi inti dari makna hari ini.

Selain itu Dilansir dari channel YouTube Komsos Paroki Rawamangun.

Makna Perayaan Trihari Suci, Dari Kamis Putih hingga Vigili Paskah Menurut Romo Feri

Umat Katolik di seluruh dunia tengah bersiap memasuki masa paling sakral dalam tahun liturgi, yaitu Trihari Suci, yang terdiri dari Kamis Putih, Jumat Agung, dan Vigili Paskah. Dalam sebuah wawancara bersama Romo Feri, terungkap makna mendalam dan simbol-simbol khas yang mewarnai ketiga hari tersebut.

Kamis Putih: Kemuliaan Dinyanyikan Kembali

Meski selama Masa Prapaskah nyanyian “Kemuliaan” dan “Haleluya” ditiadakan, dalam Misa Kamis Putih, nyanyian “Kemuliaan” kembali dikumandangkan. Romo Feri menjelaskan bahwa hal ini karena Kamis Putih termasuk perayaan besar atau hari raya dalam liturgi, sehingga sesuai aturan Gereja, nyanyian “Kemuliaan” kembali diperbolehkan.

"Pada Kamis Putih kita mengenangkan Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid, dan suasananya adalah suasana penuh syukur dan sukacita," jelasnya.

Krotalus Gantikan Lonceng

Menariknya, pada bagian akhir Misa Kamis Putih, bunyi lonceng digantikan dengan krotalus alat dari kayu yang berbunyi “klek klek”. Pergantian ini menandai transisi suasana dari sukacita menuju keheningan dan kesedihan menjelang Jumat Agung. Krotalus digunakan dalam perarakan pemindahan Sakramen Mahakudus sebagai simbol bahwa suasana telah berubah, memasuki masa penderitaan Kristus.

Baca Juga: Antisipasi Aksi Teror, Polisi Sterilisasi Gereja Katolik Salib Suci Koja Jelang Misa Kamis Putih

Jumat Agung: Bukan Misa, Tapi Ibadat

Jumat Agung bukanlah misa seperti hari-hari biasanya. “Itu satu-satunya hari dalam tahun liturgi di mana tidak ada perayaan Ekaristi,” ungkap Romo Feri. Ibadat Jumat Agung berfokus pada penderitaan dan wafat Yesus Kristus. Sakramen seperti baptisan, pernikahan, dan tahbisan tidak dilaksanakan pada hari ini.

Pada awal ibadat, imam melakukan tiarap di depan altar, lambang penyerahan diri dan solidaritas terhadap penderitaan Kristus. Saat Yesus dalam kisah sengsara berseru “sudah selesai”, umat diajak berlutut untuk menghormati karya keselamatan yang telah genap.

Tidak Ada Musik, Hanya Keheningan

Suasana hening dalam Jumat Agung juga ditandai dengan tidak digunakannya alat musik. Lagu-lagu dinyanyikan secara a cappella atau tanpa iringan, dan jika pun ada musik, nuansanya bersifat minor sedih dan reflektif. Musik tidak digunakan karena ia melambangkan kemeriahan, yang bertentangan dengan makna penderitaan Yesus yang dikenangkan hari itu.

Sabtu Suci: Puncak Perayaan Iman

Vigili Paskah atau Sabtu Suci merupakan perayaan liturgi paling agung dalam kalender Gereja. Bacaan yang panjang, bahkan bisa mencapai tujuh, mencerminkan rangkaian sejarah keselamatan mulai dari penciptaan hingga kebangkitan Kristus. “Seperti tradisi umat Israel di malam Paskah, mereka mengenang karya Allah dengan menceritakan ulang sejarah iman mereka,” kata Romo Feri.

Selain bacaan-bacaan panjang, umat juga memperbarui janji baptis. Ini menandai pembaruan iman karena Kristus yang bangkit adalah dasar keselamatan. Dalam ritus tersebut, umat kembali menegaskan penolakan terhadap dosa dan menyatakan kepercayaan kepada Allah, sering disertai dengan percikan air suci.

Dengan penjelasan ini, umat Katolik diajak untuk tidak hanya mengikuti ritus Trihari Suci secara lahiriah, tetapi juga menghayatinya secara rohani dan mendalam. Seperti diajak Yesus di taman Getsemani, Romo Feri menutup dengan ajakan sederhana: “Mari berjaga dan berdoa bersama.”

Berita Terkait

News Update