Kopi Pagi: Kebijakan Strategis, Bukan Populis

Kamis 17 Apr 2025, 08:01 WIB
Kopi Pagi: Kebijakan Strategis, Bukan Populis (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Kebijakan Strategis, Bukan Populis (Sumber: Poskota)

“..hendaknya para pemimpin tetap meneguhkan integritas dengan menggulirkan kebijakan yang mengakar.Kebijakan yang memberi banyak manfaat bagi umat, bukan semata terjebak popularitas dan mengerek elektabilitas. Bukan kebijakan instan, tetapi konstan.”

-Harmoko-

Patut diyakini di tengah adanya beragam tantangan yang kita hadapi akan terdapat sejumlah peluang. Begitu juga setelah didera kesulitan akan datang kemudahan.

Keyakinan ini diperlukan untuk membangun optimisme, terlebih di era sekarang, di tengah situasi global yang tidak menentu. Pada situasi dunia yang sering dikatakan tidak baik-baik saja, penuh dengan ketidakpastian menyusul kebijakan negara besar yang dapat menjadi dilema, termasuk negara kita.

Diperlukan sikap kewaspadaan dan kehati-hatian dalam merespons situasi yang sedang dan akan terjadi.

Dalam situasi seperti ini, kian dibutuhkan kebijakan yang bersifat strategis, bukan sebatas populis. Sikap semacam ini yang hendaknya perlu digelorakan, ditumbuhkembangkan, utamanya oleh para pengambil kebijakan, para elite politik, para pemimpin negeri kita di semua tingkatan, dari pejabat pusat hingga daerah.

Tidak dipungkiri, kebijakan yang bersifat populis memang bisa mengangkat citra, menyenangkan sementara orang, mengerek popularitas, tetapi acap bersifat sementara permasalahan teratasi.

Tidak sedikit satu persoalan selesai begitu cepat, di sisi lain mencuat persoalan baru sebagai dampak adanya kebijakan yang bersifat populis, terlebih jika dipaksakan karena pencitraan, kepentingan politik tertentu.

Sementara kita sadar betul, membangun bangsa dan negara adalah membangun masa depan yang lebih gemilang, mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan keadilan sosial sebagaimana tujuan negeri ini sejak didirikan.

Tentu, dengan menyelesaikan segala persoalan yang mendera seluruh rakyat Indonesia, bukan sekelompok, bukan pula untuk sementara waktu.

Itulah perlunya kebijakan yang bersifat strategis, terencana dengan baik,terukur, bertalian satu dengan yang lain, terkoordinasi dan berkolaborasi antarinstitusi, antar pemerintah pusat,provinsi dan kabupaten/kota. Satu sama lain tidak saling bertabrakan, tidak satu diuntungkan, tapi yang lain disusahkan.

Ini tidak saja menyangkut kewenangan, juga masalah anggaran yang tersedia, apalagi di tengah efisiensi anggaran, di mana setiap instansi, daerah, tentu harus mengelaborasi program sesuai anggaran yang tersedia.

Jangan sampai, misalnya program pro rakyat yang telah lama dicanangkan di suatu daerah ditunggu-tunggu masyarakat, menjadi terkendala karena anggaran tersedot kebijakan populis yang digulirkan oleh pejabat yang lebih tinggi kewenangannya.

Kebijakan populis diperlukan guna membangun citra kepada publik bahwa sebagai pejabat dengan cepat dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi warganya, sekaligus membuktikan dirinya telah menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Hanya saja kebijakan populis itu hendaknya tetap selaras dengan kepentingan masyarakat yang lain, tersedia sarana, prasarana dan dana. Jangan karena ingin mendapat pujian dan sanjungan, kepentingan lain yang lebih besar bagi masa depan umat, terabaikan, dikorbankan.

Yang hendak kami sampaikan, kebijakan populis itu penting, tetapi tak kalah pentingnya kebijakan yang bersifat strategis.

Boleh jadi kebijakan populis dengan cepat mendapatkan pujian, di sisi lain kebijakan strategis menuai kritikan. Tapi, bukankah pujian dapat memabukkan jika diterima dengan kesombongan, sedangkan kritikan akan menguatkan dan memotivasi untuk berbuat lebih baik lagi bagi bangsa dan negara.

Di sinilah perlunya para elite politik mengembangkan sikap legowo menerima kritikan, dengan ikhlas dan sabar menerima segala sesuatu yang terjadi, meski saat ini tidak sesuai ekspektasi.

Tak kalah pentingnya merefleksi diri pribadi. Sebuah perenungan atas kesalahan yang bersumber dari hati, diri pribadi atau karena faktor lingkungan terhadap kebijakan yang telah dan akan digulirkan.

Memetakan persoalan rakyat, mengevaluasi kebijakan yang kurang strategis, hanya menguntungkan sementara orang, menjadi lebih strategis, memberi manfaat kepada banyak orang, serta menyelaraskan kebijakan populis dan strategis.

Yang strategis menjadi populis, dalam artian mendapat respons positif dan dukungan banyak pihak, bukan hanya hanya di tataran kebijakan , tetapi pelaksanaan di lapangan.

Di sinilah perlunya menekankan integritas dalam bertransformasi dengan lingkungan sosial, termasuk dalam menggulirkan kebijakan. Integritas adalah cerminan keteguhan hati dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan, di tengah situasi era kini yang serba instan, pragmatis dan cenderung konsumtif.

Di era kemajuan digital dengan beragam dinamika yang ikut menyertainya,. hendaknya para pemimpin tetap meneguhkan integritas dengan menggulirkan kebijakan yang mengakar, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kebijakan yang memberi banyak manfaat bagi umat, bukan semata terjebak popularitas dan mengerek elektabilitas. Bukan kebijakan instan, tetapi konstan. (Azisoko).

Berita Terkait

Kopi Pagi: Mandat dan Titah Rakyat

Senin 24 Mar 2025, 08:02 WIB
undefined

Kopi Pagi: Mudik Membangun Negeri

Kamis 27 Mar 2025, 07:59 WIB
undefined

Kopi Pagi: Safari 'Politik' Lebaran

Senin 07 Apr 2025, 08:01 WIB
undefined

Kopi Pagi: Dengarkan Suara Rakyat

Senin 14 Apr 2025, 07:04 WIB
undefined

News Update