POSKOTA.CO.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti kondisi kritis lembaga peradilan di Indonesia menyusul penetapan empat hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Kasus ini menambah panjang daftar hakim yang terlibat dalam praktik suap, memperkuat kekhawatiran akan eksistensi mafia peradilan di tubuh lembaga yudikatif.
Dalam catatannya, ICW menyampaikan bahwa sepanjang periode 2011 hingga 2024, sebanyak 29 hakim telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
Baca Juga: Terbongkar! Tiga Hakim Ngaku Terima Suap Rp60 Miliar demi Bebaskan Korporasi CPO
Mereka umumnya terlibat dalam praktik “jual-beli” vonis demi mengatur hasil putusan sesuai pesanan. Nilai suap yang tercatat mencapai angka fantastis, yakni Rp107.999.281.345.
ICW menilai kondisi ini sebagai bentuk kegagalan dalam tata kelola internal Mahkamah Agung (MA).
Menurut lembaga antikorupsi itu, praktik manipulasi vonis oleh aparat peradilan telah menjadi penyakit kronis yang tidak lagi bisa dibiarkan.
Mereka mendesak MA untuk segera berbenah dan mengambil langkah konkret, termasuk membangun sistem pemetaan risiko korupsi di lembaga peradilan.
"Ini bukan sekadar pelanggaran etik atau perilaku menyimpang individu. Ini persoalan sistemik yang menunjukkan lemahnya pengawasan dan rentannya integritas aparat pengadilan," tulis ICW dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip Poskota pada Rabu, 16 April 2025.
Baca Juga: Kejagung Periksa 14 Saksi Terkait Kasus Suap Hakim Perkara CPO
ICW juga merekomendasikan agar Mahkamah Agung bekerja sama dengan lembaga lain seperti Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta elemen masyarakat sipil untuk membentuk mekanisme pengawasan terpadu.
Selain itu, proses seleksi dan pengangkatan hakim pun perlu dikaji ulang agar lebih transparan dan ketat, guna menutup celah terjadinya penyimpangan sejak awal.
Skandal terbaru ini menjadi cermin bahwa integritas lembaga peradilan masih jauh dari harapan, dan bahwa pemberantasan mafia hukum di Indonesia menuntut langkah serius, sistematis, dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Kejagung RI juga menetapkan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai tersangka dalam kasus ini.
MAN diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar dari dua tersangka lainnya, MS dan AR, yang berperan sebagai advokat, untuk mengatur putusan dalam perkara yang melibatkan ekspor CPO.
“MAN diduga terlibat dalam pengaturan putusan yang mengarah pada keputusan lepas (ontslag),” kata Qohar.
Baca Juga: MA Nonaktifkan Sementara Hakim Terkait Suap Perkara CPO, Putusan Tetap Tunggu Proses Hukum
Uang suap tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan (WG), yang saat itu bekerja sebagai Panitera Muda Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan dikenal sebagai orang kepercayaan MAN.
Lebih lanjut, Kejagung juga telah menetapkan tiga hakim yang terlibat dalam putusan perkara tersebut sebagai tersangka.
Salah satu di antaranya adalah Hakim Djuyamto (DJU), yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Abdul Qohar juga menyebutkan bahwa dua hakim lainnya yang terlibat dalam kasus tersebut adalah Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (Al), yang kini juga ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari.
“Penetapan tersangka terhadap ketiga hakim ini didasarkan pada bukti yang cukup kuat, yang dikumpulkan melalui pemeriksaan maraton terhadap tujuh saksi,” ungkap Qohar.
Ketiga hakim ini dijerat dengan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.