TAK terasa, hari ini, koran Poskota sudah berusia 55 tahun, sejak didirikan pada 15 April 1970.
Ibarat manusia, usia tersebut sedang mencapai puncak-puncaknya dalam perjalanan hidupnya, baik karier maupun keluarganya.
“Bagi ASN, aparat dan birokrat adalah puncak karier sebelum memasuki usia pensiun ya,” kata Bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, Mas Bro dan Bang Yudi.
“Sebagai PNS boleh pensiun karena ada batasan usia pensiun sebagaimana diatur oleh undang-undang. Tetapi sebagai suami,kepala keluarga tak kenal pensiun, lho,“ celetuk Yudi.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Silaturahmi Lebaran ke Solo
“Ya, iyalah mana ada suami pensiun. Ribet urusannya,” kata Heri.
“Intinya pensiun itu sebagai pegawai di kantornya, tetapi sebagai manusia tak kenal istilah pensiun dalam berkarya. Bekerja nggak boleh pensiun, sama halnya menuntut ilmu tak kenal batas usia, di mana saja dan kapan saja,” jelas Mas Bro.
"Lagian kalau pensiun bekerja, bagaimana kelanjutan urusan dapur keluarga, apalagi bagi mereka yang tidak punya uang pensiun bulanan. Karenanya, meski sudah pensiun harus tetap berkarya sesuai bidang keahliannya,” kata Yudi.
“Malah, tak sedikit yang lebih sukses dalam karir setelah pensiun. Sukses dalam usaha, dalam berkarya dan sebagainya, meski yang ditekuni beda dari pekerjaan sebelumnya,” ujar Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Yang Pasti-Pasti Saja
“Betul. Tetangga saya, sekarang lebih moncer setelah pensiun. Pengalaman puluhan tahun bekerja di kantornya menjadi modal utama mengembangkan usahanya,” kata Yudi.
“Maknanya puncak kejayaan seseorang tidak tergantung usia produktif. Tak sedikit tokoh dunia kian moncer dan disegani dunia setelah usia pensiun, di atas usia 70-an,“ urai Mas Bro.
“Iya, sangat banyak dan itu menjadi catatan sejarah bangsanya,” kata Heri.
"Kembali ke koran kita, Poskota juga tidak mengenal istilah pensiun, bahkan tidak akan pensiun. Koran Poskota akan selalu ada, hadir di tengah-tengah pembaca setianya,” ucap Mas Bro.
“Poskota ada karena pembaca. Semoga semakin mencapai puncak kejayaan di usia-usia berikutnya,” kata Heri yang diamini kedua sohibnya. “Aamiin ya Rabbal alamin.” (Joko Lestari)