Sebelumnya, banyak kasus pelecehan seksual oleh tenaga medis luput dari perhatian publik akibat korban tidak berani melapor.
Adanya bukti video dan dorongan masyarakat melalui platform digital menjadi pemicu keterbukaan korban untuk melaporkan insiden serupa.
Namun demikian, kasus ini juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menyebarluaskan identitas korban.
Praktik doxing atau pembocoran data pribadi korban di ruang publik digital dapat memperburuk trauma dan melanggar hukum perlindungan data pribadi.
Perlindungan Hukum bagi Korban Pelecehan Medis
Dalam perspektif hukum, pelecehan seksual yang dilakukan oleh tenaga medis merupakan bentuk pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 289 dan Pasal 290 KUHP.
Selain itu, terdapat unsur pelanggaran etik profesi yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), yang menyatakan bahwa setiap dokter wajib menjunjung tinggi martabat pasien serta tidak menyalahgunakan relasi profesionalnya untuk keuntungan pribadi.
Korban pelecehan seksual di ranah medis juga berhak mendapatkan perlindungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam pasal-pasalnya, UU TPKS mengatur mekanisme perlindungan korban termasuk hak atas rehabilitasi, pendampingan hukum, dan kerahasiaan identitas.
Dalam konteks kasus ini, aparat penegak hukum diminta untuk menjalankan penyidikan secara objektif dan berpihak pada kepentingan korban, terutama dalam pengumpulan bukti dan proses forensik.
Baca Juga: Alhamdulillah! Bansos Rp400.000 Sudah Cair ke Bank Mandiri, Ini Rinciannya
Etika Profesi dan Penegakan Sanksi Disiplin
Dugaan tindakan pelecehan oleh dokter MF memicu tuntutan publik agar izin praktiknya dicabut. Anggota DPR RI Dedi Mulyadi bahkan secara terbuka menyuarakan agar gelar profesi dan izin praktik dokter kandungan pelaku ditinjau ulang dan dicabut permanen apabila terbukti bersalah.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi institusi yang berwenang menegakkan etika profesi serta menjatuhkan sanksi administratif hingga pencabutan izin praktik.
Pemberlakuan sanksi tidak bergantung pada proses pidana semata, melainkan dapat dilakukan secara paralel berdasarkan investigasi etik yang bersifat independen.