Dokter Kandungan di Garut Diduga Lecehkan Pasien saat USG, Sering Tanya 'Kapan Kontrol Lagi?'

Selasa 15 Apr 2025, 10:35 WIB
Tangkapan layar video viral menunjukkan proses pemeriksaan USG yang dilakukan oleh dokter kandungan di Garut, diduga mengandung unsur pelecehan terhadap pasien perempuan. (Sumber: Instagram/@drg.mirza)

Tangkapan layar video viral menunjukkan proses pemeriksaan USG yang dilakukan oleh dokter kandungan di Garut, diduga mengandung unsur pelecehan terhadap pasien perempuan. (Sumber: Instagram/@drg.mirza)

POSKOTA.CO.ID - Kasus dugaan pelecehan yang diduga dilakukan oleh seorang dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, kembali mengundang keprihatinan publik terhadap lemahnya pengawasan etika profesi medis.

Peristiwa ini mencuat setelah beredarnya sebuah video pemeriksaan USG yang memperlihatkan tindakan mencurigakan dari sang dokter terhadap pasien perempuan.

Video tersebut viral di platform X (sebelumnya Twitter) dan memicu gelombang reaksi dari warganet serta kalangan profesional kesehatan.

Baca Juga: Cara Mendapatkan Kode Verifikasi WhatsApp yang Tidak Dikirim

Kronologi Dugaan Pelecehan

Kejadian ini terungkap melalui video berdurasi pendek yang menunjukkan proses pemeriksaan USG oleh seorang dokter kandungan laki-laki di sebuah klinik kecil di Garut.

Dalam video tersebut, tampak pasien dalam kondisi terbaring saat sang dokter memeriksa bagian perut menggunakan alat USG.

Namun, gerakan tangan dokter yang perlahan naik ke arah atas tubuh pasien menimbulkan kecurigaan. Bagian tubuh yang disentuhnya tampak bukan lagi area yang lazim diperiksa dalam konteks USG kehamilan.

Video tersebut pertama kali ramai dibicarakan di platform media sosial X pada 15 April 2025. Salah satu akun yang mengangkat kasus ini adalah @drg.mirza, seorang dokter gigi sekaligus content creator dengan ratusan ribu pengikut.

Dalam unggahannya, ia mengaku menerima laporan langsung dari korban dan telah diberikan akses terhadap berbagai bukti pendukung, termasuk rekaman CCTV dan laporan kepolisian.

“Saya dikirimi semua buktinya, termasuk rekaman CCTV secara lengkap. Bukti laporan ke polisi juga sudah ada. Gimana nih, apa perlu kita bantu agar cepat beres masalahnya?” tulis drg. Mirza dalam unggahannya pada Senin, 14 April 2025.

Testimoni Pasien Lain dan Modus Lama

Setelah video tersebut menjadi viral, sejumlah akun lain mulai mengungkap pengalaman serupa. Salah satu warganet yang mengaku berasal dari Garut mengungkap bahwa ia pernah mendengar cerita dari kerabatnya yang juga mengalami tindakan tidak pantas saat diperiksa oleh dokter yang sama.

"Katanya sampai dicoba dikeluarin ASI dari payudara pasien. Udah rame dia di Garut dok, tapi entah kenapa masih praktik di klinik kecil itu. Semoga segera diusut," tulis akun anonim kepada drg. Mirza.

Selain itu, modus lain yang diungkap oleh pasien lain adalah ajakan bertemu melalui pesan WhatsApp setelah konsultasi. Bahkan, jika ajakan tersebut ditolak, dokter tersebut disebut-sebut mengirimkan pesan bernada ancaman atau menyumpahi pasien.

"Kalau korban nolak buat diajak ketemuan, si pelaku malah nyumpahin," ujar salah satu akun kepada drg. Mirza.

Etika Profesi dan Tanggung Jawab IDI

Kasus ini kembali mengangkat pentingnya penegakan kode etik kedokteran. Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), seorang dokter wajib menjaga profesionalisme dan menghormati martabat pasien.

Pelecehan dalam bentuk apa pun, terlebih dalam kondisi pasien yang tidak berdaya, merupakan pelanggaran serius terhadap etika profesi.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selaku organisasi profesi memiliki peran penting dalam menegakkan disiplin anggota.

Selain aparat penegak hukum, IDI wajib menyelidiki kasus ini dan, bila terbukti, memberikan sanksi berupa pencabutan izin praktik atau pemberhentian keanggotaan.

Klinik tempat praktik juga harus mendapat perhatian. Jika terbukti tidak menerapkan standar pelayanan yang aman dan tidak memiliki pengawasan ketat, maka Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat perlu melakukan evaluasi menyeluruh.

Kampanye Speak Up dan Dukungan Influencer

Gelombang keberanian korban untuk speak up sangat dipengaruhi oleh dukungan figur publik dan tenaga kesehatan yang aktif di media sosial.

Dalam kasus ini, kehadiran drg. Mirza sebagai jembatan antara korban dan publik sangat penting. Ia tidak hanya memverifikasi kebenaran laporan, namun juga menyediakan ruang aman bagi korban lain untuk menyampaikan kesaksian.

Peran influencer kesehatan dalam advokasi korban pelecehan medis menjadi fenomena baru yang menunjukkan bahwa media sosial dapat menjadi alat pemberdayaan pasien.

Namun, hal ini juga harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menjadi ruang penghakiman sepihak atau trial by social media.

Langkah Hukum dan Perlindungan Korban

Laporan kepolisian yang sudah diterima menjadi langkah awal untuk penanganan kasus secara hukum. Namun, aparat harus bekerja cepat dan profesional agar korban merasa terlindungi dan tidak mengalami reviktimisasi.

Pemeriksaan terhadap bukti video, rekaman CCTV, dan jejak digital seperti pesan WhatsApp harus dilakukan secara forensik.

Pendampingan hukum dan psikologis kepada korban juga sangat penting. Dalam kasus dugaan pelecehan oleh tenaga medis, korban sering kali mengalami trauma ganda: trauma fisik dan trauma karena dikhianati oleh figur profesional yang seharusnya dipercaya.

Peran Komnas Perempuan, LPSK, dan lembaga advokasi lainnya sangat krusial dalam memberikan perlindungan hukum dan psikis kepada korban maupun saksi.

Tuntutan Reformasi dan Pengawasan Klinis

Kasus ini menunjukkan bahwa praktik dokter di luar rumah sakit besar sering luput dari pengawasan ketat. Klinik kecil, terutama yang bersifat swasta dan dikelola mandiri, sering kali tidak memiliki pengawasan langsung dari dinas kesehatan setempat secara berkala.

Inilah yang membuka celah bagi terjadinya praktik tak profesional dan bahkan kriminal.

Oleh karena itu, perlu reformasi sistem pengawasan klinik dan praktek mandiri, termasuk:

  • Audit berkala oleh dinas kesehatan
  • Sertifikasi ulang etika profesi
  • Wajib pasang kamera pengawas (CCTV) di ruang pemeriksaan
  • Saluran pelaporan anonim untuk pasien

Dugaan pelecehan oleh dokter kandungan di Garut bukan hanya kasus pidana, namun juga merupakan peringatan bagi sistem kesehatan Indonesia untuk memperkuat pengawasan etik, perlindungan pasien, serta akuntabilitas profesi.

Dengan bukti yang telah beredar luas dan keberanian pasien untuk bersuara, kini saatnya semua pemangku kepentingan bertindak tegas agar kepercayaan masyarakat terhadap layanan medis tidak hancur.

Berita Terkait

News Update