POSKOTA.CO.ID - Pada tahun 1985, Joko Widodo, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Namun, keaslian ijazahnya kembali menjadi sorotan publik setelah beredarnya tuduhan terkait rekayasa digital, khususnya pada bagian foto yang tertera dalam dokumen akademik tersebut.
Isu ini pertama kali mencuat melalui pengamatan publik dan investigasi independen yang membandingkan format, fisik, dan elemen visual dari ijazah Jokowi dengan ijazah lulusan tahun yang sama dari universitas terkemuka lainnya di Indonesia, seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Baca Juga: 5 Poin Penting di Balik Mencuatnya Isu Ijazah Palsu Jokowi, Akan Dibawa ke Jalur Hukum?
Aturan Cetak Ijazah dan Praktik di Tahun 1985
Ijazah di Indonesia, menurut kebijakan akademik di berbagai perguruan tinggi, merupakan dokumen einmalig atau hanya boleh dicetak satu kali. UGM pun menganut prinsip ini, sesuai dengan sistem administrasi akademik yang berlaku pada era 1980-an.
Namun, muncul pernyataan dari Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, Guru Besar Hukum Pidana UGM, yang menyebutkan bahwa ijazah Jokowi sempat hilang dan kemudian dicetak ulang.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius karena pencetakan ulang ijazah tidak umum dan secara prinsipil melanggar kebijakan akademik dasar.
Sementara itu, lulusan dari universitas lain seperti UI dan Unpad pada tahun yang sama tidak mengalami masalah serupa. Ijazah mereka dicetak satu kali, dan dokumennya tetap autentik tanpa ada proses duplikasi atau revisi.
Foto Ijazah dan Isu Kemiripan dengan Identitas Lain
Salah satu aspek paling mencolok dalam polemik ini adalah keberadaan foto dalam ijazah Jokowi yang dinilai tidak cocok dengan wajahnya pada masa muda.
Beberapa pihak bahkan menyebutkan bahwa wajah dalam ijazah tersebut lebih menyerupai seseorang bernama Dumatno Budi Utomo, yang disebut-sebut memiliki hubungan keluarga dengan Jokowi.
Sebagai pembanding, ijazah yang dikeluarkan oleh UI dan Unpad pada periode yang sama menunjukkan konsistensi antara wajah di foto dengan identitas pemilik ijazah.
Tidak ditemukan laporan tentang foto yang diubah atau tidak sesuai dengan wajah asli pemilik dokumen.
Kejanggalan ini memunculkan spekulasi bahwa foto dalam ijazah Jokowi mungkin mengalami manipulasi digital atau penyisipan yang disengaja, sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai tindakan rekayasa dokumen akademik.
Keterbukaan Universitas dalam Proses Verifikasi
Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran dikenal memiliki prosedur verifikasi akademik yang cukup transparan.
Informasi terkait transkrip nilai, bukti yudisium, dan skripsi dapat diakses dengan prosedur formal oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti peneliti, media, maupun lembaga hukum.
Namun, berbeda dengan kedua universitas tersebut, UGM dinilai kurang responsif dalam memberikan akses terhadap informasi akademik Presiden Jokowi.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa UGM menolak pertemuan klarifikasi dengan delegasi tertentu dan membatasi permintaan akses terhadap data yudisium maupun arsip akademik terkait.
Tertutupnya akses ini menambah ketegangan dan kecurigaan publik, terutama karena verifikasi yang bersifat transparan sangat penting dalam menjaga integritas institusi pendidikan tinggi.
Implikasi Hukum Dugaan Rekayasa Ijazah
Jika benar terjadi rekayasa atau pemalsuan dokumen akademik, maka konsekuensinya tidak hanya bersifat etis dan akademik, tetapi juga menyentuh ranah hukum.
Berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemalsuan ijazah merupakan tindakan pidana yang dapat dikenai sanksi berat.
Namun hingga kini, belum ada putusan hukum resmi yang menetapkan bahwa ijazah Jokowi tidak sah. Isu ini masih bergulir di ranah opini publik dan pemeriksaan informal.
Kendati demikian, urgensi penyelidikan yang transparan menjadi semakin besar mengingat posisi strategis Jokowi sebagai kepala negara.
Baca Juga: Beneran Cuan dari Main Game? Ini Bocoran Cara Dapat Saldo DANA Gratis Rp104.000 dalam 2 Jam
Urgensi Menjaga Integritas Akademik
Kasus ini menyoroti pentingnya menjaga integritas dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Ketika ijazah sebagai simbol kompetensi akademik dipertanyakan, maka reputasi institusi yang mengeluarkannya pun ikut terdampak.
Universitas harus menjunjung keterbukaan informasi dan akuntabilitas dalam mendokumentasikan rekam jejak akademik para lulusannya, terutama jika mereka menempati jabatan publik.
Sebaliknya, jika kampus cenderung tertutup dan tidak memiliki mekanisme verifikasi yang efektif, maka hal itu akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan secara keseluruhan.
Mengapa Isu Ini Penting untuk Dituntaskan
Perbandingan antara ijazah Jokowi dan ijazah dari UI serta Unpad tahun 1985 memperlihatkan adanya beberapa ketidaksesuaian signifikan, mulai dari isu cetak ulang, ketidakcocokan foto, hingga keterbatasan akses untuk verifikasi. Ketidaksesuaian ini belum pernah ditemukan pada ijazah dari universitas lain pada tahun yang sama.
Penyelesaian isu ini membutuhkan keterbukaan informasi, audit independen, serta kesediaan dari pihak kampus dan pemerintah untuk menjelaskan secara rinci proses pencetakan dan validasi ijazah.
Dengan begitu, publik tidak hanya mendapatkan kejelasan, tetapi juga dapat kembali menaruh kepercayaan terhadap sistem pendidikan tinggi nasional.