Tidak ditemukan laporan tentang foto yang diubah atau tidak sesuai dengan wajah asli pemilik dokumen.
Kejanggalan ini memunculkan spekulasi bahwa foto dalam ijazah Jokowi mungkin mengalami manipulasi digital atau penyisipan yang disengaja, sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai tindakan rekayasa dokumen akademik.
Keterbukaan Universitas dalam Proses Verifikasi
Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran dikenal memiliki prosedur verifikasi akademik yang cukup transparan.
Informasi terkait transkrip nilai, bukti yudisium, dan skripsi dapat diakses dengan prosedur formal oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti peneliti, media, maupun lembaga hukum.
Namun, berbeda dengan kedua universitas tersebut, UGM dinilai kurang responsif dalam memberikan akses terhadap informasi akademik Presiden Jokowi.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa UGM menolak pertemuan klarifikasi dengan delegasi tertentu dan membatasi permintaan akses terhadap data yudisium maupun arsip akademik terkait.
Tertutupnya akses ini menambah ketegangan dan kecurigaan publik, terutama karena verifikasi yang bersifat transparan sangat penting dalam menjaga integritas institusi pendidikan tinggi.
Implikasi Hukum Dugaan Rekayasa Ijazah
Jika benar terjadi rekayasa atau pemalsuan dokumen akademik, maka konsekuensinya tidak hanya bersifat etis dan akademik, tetapi juga menyentuh ranah hukum.
Berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemalsuan ijazah merupakan tindakan pidana yang dapat dikenai sanksi berat.
Namun hingga kini, belum ada putusan hukum resmi yang menetapkan bahwa ijazah Jokowi tidak sah. Isu ini masih bergulir di ranah opini publik dan pemeriksaan informal.
Kendati demikian, urgensi penyelidikan yang transparan menjadi semakin besar mengingat posisi strategis Jokowi sebagai kepala negara.
Baca Juga: Beneran Cuan dari Main Game? Ini Bocoran Cara Dapat Saldo DANA Gratis Rp104.000 dalam 2 Jam