"Karena ini sudah masuk tahap penyidikan, kita serahkan sepenuhnya pada proses persidangan. Bila terbukti, tentu ada konsekuensi etik dan hukum yang harus diterima para pihak terkait," tegasnya.
Dalam kasus tersebut, tiga hakim aktif yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI.
Kemudian Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, juga masuk dalam daftar tersangka, bersama dua pengacara bernama Marcella Santoso dan Ariyanto, serta seorang panitera dari PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Keduanya diketahui merupakan kuasa hukum dari tiga raksasa bisnis sawit: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Tiga perusahaan ini sebelumnya dibebaskan dari segala tuntutan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025. Dalam hal ini, putusan tersebut dinilai janggal oleh banyak pihak, mengingat sebelumnya jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan berat.
Lebih mengejutkan lagi, dugaan transaksi suap tersebut dilakukan dalam beberapa tahap, termasuk di dalam ruang kerja Arif saat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Total dana yang diduga mengalir dalam dua tahap mencapai Rp22,5 miliar. Sebuah angka fantastis yang mempertegas bobroknya integritas sebagian oknum penegak hukum.
Skandal ini menjadi pukulan telak bagi citra lembaga peradilan di mata masyarakat. Desakan agar pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas pun terus berdatangan, karena jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap sistem hukum bisa ambruk total.