POSKOTA.CO.ID - Komisi IX DPR RI siap memanggil sejumlah pihak terkait kasus pemerkosaan yang melibatkan dokter PPDS Unpad.
Sejumlah pihak yang akan dipanggil ialah Dekan FK Unpad, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Konsil Kedokteran Indonesia, Kemenkes hingga Kemendiktisaitek.
“Pemanggilan ini untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh.
Menurutnya, insiden yang terjadi di RSHS ini mencerminkan kegagalan sistem pengawasan hingga perlingdungan pasien di lingkungan rumah sakit.
Ia turut mengecam atas tindakan dokter PPDS yang melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien itu.
“Kami meminta Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan evaluasi dan tindakan disipliner terhadap tenaga medis yang terlibat,” ungkapnya.
Korban Bertambah
Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan menyebutkan ada dua korban lain dari kasus perkosaan yang dilakukan oleh dokter PPDS di RSHS.
Korban tersebut berusia 21 tahun dan 31 tahun yang saat ini sudah dilakukan pemeriksaan.
“Benar ada duak korban, ini menerima perlakuan yang sama dari tersangka dengan modus sama. Kejadiannya pada 10 Maret dan 16 Maret 2025,” ucap Surawan.
Surawan menjelaskan jika pelaku yang bernama Priguna Anugerah Pratama ini menggunakan modus yang sama dengan alasan melakukan analisa anestesi serta uji alergi terhadap obat bius.
Baca Juga: Netizen Soroti Akun IG Priguna Anugerah Pratama, Oknum Dokter PPDS Viral karena Dugaan Rudapaksa
“Korbannya dibawa ke tempat yang sama, yaitu gedung MCHC lantai 7. Kedua korban tambahan ini merupakan pasien,” kata Surawan.
Kasus perkosaan di RSHS yang melibatkan dokter PPDS Unpad ini terjadi pada pertengahan Maret 2025.
Pelaku membawa ke gedung MCHC lantai tujuh dengan dalih melakukan transfusi darah dan pemeriksaan, kemudian menyuntikan cairan bening yang diduga obat bius hingga korban tak sadarkan diri.
Setelah sadar, korban FH merasa nyeri di beberapa bagian tubuh lalu melakukan visum dan hasilnya diketahui adanya kekerasan seksual.
Dari informasi pihak kepolisian, pelaku dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tidak pidana kekerasan seksual dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.