POSKOTA.CO.ID - Dunia kesehatan Indonesia dikejutkan oleh kasus kejahatan seksual yang melibatkan tenaga medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Seorang dokter residen anestesi yang tengah menempuh pendidikan spesialis diduga terlibat dalam tindak pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Peristiwa ini memicu kecaman luas sekaligus mempertanyakan sistem pengawasan di lingkungan rumah sakit pendidikan.
Priguna Anugerah Pratama (PAP), dokter residen anestesi yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat.
Dugaan kuat menyebutkan pelaku membius korban sebelum melakukan tindakan keji tersebut pada pertengahan Maret 2025. Kasus ini terungkap setelah korban berani menyuarakan pengalamannya melalui media sosial.
Insiden ini tidak hanya mencoreng martabat profesi kedokteran, tetapi juga menyoroti kerentanan pasien dan keluarga di fasilitas kesehatan.
Respons tegas langsung diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Unpad, termasuk pencabutan hak PAP untuk melanjutkan pendidikan spesialis.
Masyarakat kini menuntut pertanggungjawaban hukum sekaligus reformasi sistem pengawasan dokter residen di seluruh Indonesia.
Dokter Residen dalam Sorotan: Profesi yang Seharusnya Mulia
Dokter residen adalah dokter umum yang sedang menempuh pendidikan spesialis di bawah pengawasan dokter senior. Masa pendidikan ini berlangsung 3-7 tahun, tergantung bidang spesialisasinya.
Sebagai calon spesialis, mereka bertugas merawat pasien, mendiagnosis penyakit, dan melakukan prosedur medis, semuanya di bawah pengawasan ketat.
Namun, kasus PAP justru mencoreng integritas profesi ini. "Dia (PAP) dibius ini kan, anestesi ini mengenai apa, penanganan pembiusan ini ke sana yah (kampus). Jadi dia PPDS ini residen lagi belajar anastesi," jelas Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, saat dikonfirmasi media.