Pakar Ingatkan Ancaman Gelombang PHK Imbas Tarif Resiprokal AS

Rabu 09 Apr 2025, 19:06 WIB
Ilustrasi sejumlah pekerja. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Ilustrasi sejumlah pekerja. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho menilai, kebijakan tarif tambahan 32 persen oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia, merupakan ancaman serius.

"Sektor tekstil, pakaian, dan alas kaki menyumbang 27,5 persen dari total ekspor kita ke AS. Belum lagi kelapa sawit serta karet yang juga merupakan komoditas strategis bagi negara kita," kata Andry saat dikonfirmasi, Rabu, 9 April 2025.

Andry mengingatkan, dampak kebijakan ini bukan hanya terbatas pada perdagangan semata, melainkan berimbas pada jutaan tenaga kerja di dalam negeri, termasuk Jakarta dan daerah penyanggahnya.

Menurutnya, jika tidak ada tindakan yang nyata dari pemerintah untuk menghadapi dampak kebijakan dari tarif resiprokal Amerika Serikat, tidak menutup kemungkinan situasi bakal menjadi lebih buruk.

Baca Juga: Siap-siap! Tarif Baru Perang Dagang Trump ke RI Ancam PHK hingga Resesi

"Dalam tiga tahun terakhir saja, sudah lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan turunannya tutup akibat tekanan pasar global. Jika pemerintah terus diam tanpa mengambil tindakan nyata, kita bukan hanya kehilangan pasar utama tetapi juga akan menghadapi badai PHK lanjutan yang jauh lebih besar," ucap dia.

Artinya, ancaman gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa semakin nyata jika langkah-langkah konkret tidak segera dilakukan pemerintah.

Menurutnya, langkah efektif pemerintah diperlukan untuk melindungi industri domestik serta tenaga kerjanya dari dampak negatif kebijakan luar negeri tersebut, misalkan menunjuk duta besar Indonesia untuk Amerika dengan rekam jejak kuat dalam bidang perdagangan dan investasi.

“Jabatan ini bukan tempat kompromi politik, kami membutuhkan sosok dengan pemahaman mendalam tentang diplomasi ekonomi dan pengalaman dalam lobi dagang," ujarnya.

Berita Terkait

Tarif Trump, Biaya Mendominasi

Selasa 08 Apr 2025, 01:04 WIB
undefined

News Update