POSKOTA.CO.ID - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara terbuka menanggapi maraknya aksi demonstrasi yang terjadi beberapa waktu terakhir, utamanya berkaitan dengan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Dalam dialog eksklusif bersama tujuh jurnalis senior yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, Presiden menyampaikan pandangannya yang disiarkan melalui TVRI pada Senin malam, 7 April 2025.
“Kita sudah sepakat berdemokrasi. Berdemo itu dijamin oleh UUD. Hak berkumpul, hak berserikat dan sebagainya. Jadi menurut saya itu biasa saja,” ungkap Prabowo dalam siaran tersebut.
Pernyataan ini menegaskan posisi Presiden Prabowo yang menghormati hak konstitusional warga negara untuk menyuarakan pendapatnya di ruang publik, termasuk melalui demonstrasi.
Ia memandang aksi unjuk rasa sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang sehat, selama tidak diiringi dengan tindakan anarkistis.
Baca Juga: Contoh Misi di Aplikasi Penghasil Uang, Segera Klaim Saldo DANA Gratis!
Demo Damai adalah Hak, Kekerasan Tidak Dibenarkan
Presiden Prabowo menekankan bahwa demonstrasi yang berlangsung secara damai merupakan bentuk ekspresi demokrasi yang patut dihormati.
Namun, ia menyayangkan bahwa dalam beberapa aksi terakhir terdapat insiden pembakaran dan kericuhan yang mencederai semangat demokrasi itu sendiri.
“Kita hormati hak untuk berdemo asal demonya damai, tidak menyulut kerusuhan. Nah, kalau bakar-bakar ban itu bukan damai,” tegasnya.
Menurutnya, peran media dan jurnalis penting dalam mengamati secara objektif apakah suatu aksi massa murni berasal dari aspirasi rakyat atau terdapat kepentingan lain yang memanfaatkan momentum.
Isu Revisi UU TNI: Menjawab Kebutuhan Organisasi, Bukan Dwifungsi
Menanggapi isu revisi UU TNI yang dianggap terburu-buru, Presiden Prabowo memberikan penjelasan bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk merespons masalah struktural dalam organisasi militer.
Salah satunya ialah fenomena masa pensiun perwira tinggi yang terlalu cepat sehingga menyebabkan rotasi jabatan strategis menjadi terlalu cepat dan tidak optimal.
"Inti dari RUU TNI ini sebetulnya hanya memperpanjang usia pensiun beberapa perwira tinggi. Enggak ada niat TNI mau dwifungsi lagi. Come on. Nonsense itu saya katakan,” ujarnya.
Prabowo secara tegas membantah bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk menghidupkan kembali konsep dwifungsi militer yang sempat diterapkan pada masa Orde Baru.
Ia menyebut bahwa tidak ada keinginan untuk membawa TNI masuk ke dalam politik atau posisi sipil yang bukan domainnya.
Penempatan Militer di Lembaga Sipil: Ada Alasan Kelembagaan
Terkait ketentuan dalam revisi UU TNI yang memungkinkan anggota militer aktif menjabat di beberapa lembaga sipil, Presiden menjelaskan bahwa ketentuan ini disusun secara hati-hati dan berdasarkan logika institusional.
Beberapa lembaga tersebut dinilai membutuhkan keahlian khusus yang memang dimiliki oleh unsur militer, seperti di bidang intelijen, penanggulangan bencana, dan operasi pencarian serta penyelamatan.
"Intelijen, bencana alam, Basarnas, itu kan dari dulu. Ini hanya memformalkan. Kemudian kejaksaan? Kenapa boleh? Kan ada jaksa pidana militer. Hakim agung? Ada kamar militer di MA. Semua itu ada reasoning-nya,” jelas Prabowo.
Namun demikian, Prabowo memastikan bahwa apabila seorang perwira tinggi ingin menduduki jabatan di luar keterampilan militer yang disebutkan, maka yang bersangkutan wajib menjalani pensiun dini sesuai ketentuan.
Komitmen Terhadap Supremasi Sipil: Tidak Ada Dwifungsi di Pemerintahan Prabowo
Dalam pernyataan yang bernada historis dan emosional, Presiden Prabowo menegaskan bahwa dirinya adalah bagian dari gerakan reformasi militer yang menolak peran ganda militer di masa lalu.
Ia menyebut dirinya sebagai salah satu tokoh dalam tubuh TNI yang pertama kali menyuarakan pentingnya supremasi sipil dalam sistem pemerintahan demokratis.
“Saya yang dorong. Saya yang pertama di dalam TNI yang mengatakan supremasi sipil. Saya tunduk, dan saya buktikan bahwa saya tunduk pada pemimpin sipil,” ungkap Prabowo dengan penuh keyakinan.
Pernyataan tersebut menegaskan kembali bahwa pemerintahan Prabowo tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip reformasi 1998 yang menjadi fondasi demokrasi modern di Indonesia.
Konteks Revisi UU TNI: Menjawab Tantangan Zaman
Perubahan terhadap Undang-Undang TNI dinilai oleh Presiden sebagai bentuk adaptasi terhadap kebutuhan zaman.
Perkembangan geopolitik, tantangan keamanan nasional, serta kompleksitas tugas militer saat ini menuntut adanya pembaruan dalam regulasi, termasuk terkait batas usia pensiun dan penempatan personel militer di instansi non-militer dengan fungsi khusus.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk modernisasi kelembagaan, bukan sebagai upaya politisasi atau militerisasi sistem sipil yang selama ini menjadi kekhawatiran sebagian kalangan sipil dan akademisi.
Baca Juga: Contoh Misi di Aplikasi Penghasil Uang, Segera Klaim Saldo DANA Gratis!
Pemerintah Tetap Teguh pada Jalur Demokrasi
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam dialog dengan jurnalis senior menunjukkan komitmen kuat terhadap prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan reformasi militer yang konstitusional.
Revisi UU TNI yang menuai pro dan kontra dianggap sebagai bagian dari upaya perbaikan tata kelola organisasi pertahanan negara, bukan sebagai jalan mundur menuju dominasi militer di pemerintahan.
Dengan menjunjung hak konstitusional rakyat untuk menyuarakan pendapat, serta menegaskan batas-batas peran militer dalam kehidupan sipil, Prabowo berupaya menempatkan TNI sebagai kekuatan profesional yang tunduk pada otoritas sipil dan hukum.