POSKOTA.CO.ID - Pada penutupan perdagangan sesi I Selasa, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat merosot tajam sebesar 502,14 poin atau 7,71 persen, turun ke level 6.008,48.
Penurunan ini menandai salah satu koreksi intraday paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Penurunan drastis ini bahkan mendorong Bursa Efek Indonesia untuk mengaktifkan trading halt, yakni penghentian sementara perdagangan selama 30 menit, karena IHSG sempat turun lebih dari 8 persen pada awal sesi perdagangan.
Baca Juga: Benarkah Gaji PNS Naik 16 Persen Tahun 2025? Berikut Penjelasannya
Penyebab Koreksi Tajam IHSG
Beberapa faktor utama disebut turut mendorong tekanan jual besar-besaran ini, antara lain:
- Kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi global, termasuk ketegangan perdagangan dan potensi perlambatan pertumbuhan global.
- Ketidakpastian kebijakan tarif impor Amerika Serikat, terutama langkah-langkah terbaru yang masih ditangguhkan oleh Presiden AS Donald Trump.
- Sentimen negatif regional, di mana indeks saham Asia juga menunjukkan tren pelemahan serupa.
- Efek psikologis dari penurunan tajam, yang mempercepat aksi jual oleh investor ritel dan institusi.
Respons Otoritas: Penyesuaian Aturan ARB dan Trading Halt
Menanggapi volatilitas yang ekstrem ini, BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyesuaian ketentuan Auto Rejection Bawah (ARB) menjadi 15 persen untuk semua fraksi harga.
Ini merupakan upaya untuk memperlonggar batas bawah penurunan harga saham dan mengurangi tekanan panic selling.
Selain itu, ketentuan trading halt juga diperbarui agar lebih adaptif terhadap volatilitas pasar, guna menjaga stabilitas dan melindungi kepentingan investor.
Rekomendasi Analis: Waktunya Beli Saham Dividen dan Fundamental Kuat
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Budi Frensidy, melihat peluang di balik gejolak ini. Ia menyarankan para investor untuk mempertimbangkan aksi beli bersih (net buy), terutama pada saham-saham yang:
- Akan membagikan dividen tinggi dengan yield di atas 6 persen,
- Memiliki laporan keuangan kuartal I-2025 yang solid, dan
- Mengalami penurunan harga sangat signifikan.
“Beli saham-saham yang akan membagikan dividen dengan yield lebih dari 6 persen dan yang laporan keuangan kuartal I-2025-nya bagus, serta yang turunnya sangat besar. Gunakan dana yang tidak akan terpakai dalam 1 hingga 2 tahun ke depan,” ujar Budi.
Potensi Rebound IHSG di Musim Dividen April 2025
Budi Frensidy memperkirakan IHSG berpeluang mengalami rebound menjelang musim pembagian dividen dan rilis laporan keuangan kuartal I-2025. Beberapa faktor pendukung rebound antara lain:
- Distribusi dividen oleh sejumlah emiten besar pada April-Mei,
- Rilis laporan keuangan kuartal I-2025 yang diperkirakan akan menunjukkan pemulihan,
- Stabilitas makroekonomi domestik, termasuk inflasi yang terjaga dan penguatan rupiah, serta
- Potensi penundaan tarif impor AS yang akan menenangkan pasar global.
Proyeksi Teknis: IHSG Bertahan di Atas Support Psikologis 6.000
VP Marketing, Strategy & Planning dari Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menyatakan bahwa tekanan terhadap IHSG kemungkinan masih berlanjut dalam jangka pendek. Namun demikian, pihaknya memperkirakan IHSG akan mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000.
“Estimasi kami IHSG mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000, dengan asumsi ditopang perubahan ARB menjadi 15 persen untuk seluruh fraksi,” jelas Oktavianus.
Saham-Saham Potensial di Tengah Koreksi Pasar
Dalam situasi pasar yang volatil seperti saat ini, investor disarankan untuk lebih selektif. Berikut beberapa kriteria saham potensial menurut analis:
- Saham bluechip yang terkoreksi dalam namun memiliki fundamental kuat, seperti sektor perbankan, telekomunikasi, dan konsumer.
- Saham BUMN yang rutin membagikan dividen tinggi setiap tahun.
- Saham defensif, seperti perusahaan utilitas, makanan-minuman, dan farmasi.
- Saham dengan PBV (Price to Book Value) dan PER (Price to Earnings Ratio) rendah.
Strategi Investasi Jangka Menengah: Gunakan Dana Menganggur
Investor yang memiliki dana tidak terpakai untuk jangka menengah (1-2 tahun) disarankan untuk mengalokasikan portofolio secara bertahap ke saham-saham yang:
- Sudah terkoreksi dalam,
- Punya rekam jejak konsisten dalam membukukan laba,
- Punya potensi rebound saat sentimen pasar membaik.
Investasi jangka menengah hingga panjang dinilai lebih aman dibandingkan spekulasi jangka pendek saat volatilitas tinggi.
Koreksi IHSG sebagai Peluang, Bukan Ancaman
Meskipun penurunan IHSG hingga 7,71% terlihat mengkhawatirkan, banyak analis sepakat bahwa ini bukanlah akhir dari pasar saham Indonesia. Sebaliknya, koreksi ini dapat menjadi momentum akumulasi bagi investor yang berpandangan jangka panjang dan mengincar saham berkualitas.
Dengan pendekatan yang disiplin, riset yang mendalam, serta diversifikasi portofolio, gejolak pasar seperti ini bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan strategis untuk meningkatkan nilai investasi dalam jangka panjang.
FAQ (Frequently Asked Questions)
1. Apa penyebab utama IHSG anjlok pada April 2025?
IHSG turun karena kombinasi sentimen negatif global, penundaan kebijakan tarif impor AS, dan pelemahan indeks saham regional.
2. Apa itu trading halt?
Trading halt adalah penghentian sementara perdagangan oleh BEI saat IHSG turun lebih dari ambang batas tertentu, untuk meredam kepanikan.
3. Apakah saat ini waktu yang tepat untuk beli saham?
Menurut analis, investor jangka menengah bisa mulai mengakumulasi saham dividen tinggi dan fundamental kuat, terutama yang mengalami penurunan tajam.
4. Apa saham yang direkomendasikan untuk kondisi seperti ini?
Saham-saham yang rutin membagikan dividen, BUMN, serta saham sektor konsumer, perbankan, dan telekomunikasi dengan valuasi menarik.
5. Apa itu ARB 15 persen?
ARB (Auto Rejection Bawah) adalah batas maksimum penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan. Saat ini diperlonggar menjadi 15% untuk mengantisipasi volatilitas.
Itulah informasi mengenai anjoknya IHSG. Semoga bermanfaat.