Ilustrasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) tercoreng lantaran salahsatu guru besarnya yang berinisial EM terbukti melakukan kekerasan sesksual terhadap sejumlah mahasiswanya. (Sumber: Capture Instagram Fakultas Farmasi UGM)

Nasional

Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual Kepada Sejumlah Mahasiswi UGM, Guru Besar Berinisial EM Dipecat

Senin 07 Apr 2025, 05:29 WIB

POSKOTA.CO.ID - Seorang guru besar di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM terbukti melakukan kekerasan seksual kepada sejumlah mahasiswanya.

UGM pun bergerak cepat dan menjatuhkan sanksi pemecatan terhdap guru besar tidak bermoral tersebut.

Dalam keteranagn resminya kepada wartawan pada Minggu, 6 April 2025, Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi menerangkan sanksi berat itu berdasar hasil pemeriksaan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM yang menyatakan EM terbukti bersalah karena melanggar peraturan rektor dan kode etik dosen.

"Pimpinan UGM sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," tegas Andi.

Baca Juga: Pria 51 Tahun Asal Grogol Petamburan Diciduk Polisi, Lakukan Kekerasan Seksual ke Anak 14 Tahun

Ditegaskan Andi pemecatan EM itu pun tertuang dalam Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025.

Berdasarkan hasil investigasi perbuatan bejat EM tersebut terjadi sepanjang tahun 2023 hingga 2024. Kasus tersebut terungkap setelah muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.

Satgas PPKS UGM kemudian memberikan pendampingan kepada korban dan membentuk Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Nomor 750/UN1.P/KPT/HUKOR/2024. Pemeriksaan dilakukan sejak 1 Agustus hingga 31 Oktober 2024.

Dijelaskan Andi tindakan kekerasan seksual dilakukan EM dengan modus pendekatan akademik, seperti bimbingan dan diskusi yang sebagian besar terjadi di luar kampus.

"Ada diskusi, ada bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti," paparnya.

Pihak Komite UGM pun melakukan memeriksa keterangan para korban secara terpisah, mendengarkan penjelasan terlapor dan saksi, serta menelaah bukti-bukti pendukung sebelum memberikan rekomendasi.

Baca Juga: Mantan Kapolres Ngada Jadi Pelaku Pencabulan Anak, LPSK Desak Evaluasi Penanganan Tindak Kekerasan Seksual di NTT

Dalam proses pemeriksaan tersebut sebanyak 13 orang saksi dan korban diperiksa.

"Saksi dan korban ada sekitar 13 orang yang diperiksa. Tetapi kalau ditanya apakah ini seluruhnya mahasiswa ataupun ada juga tendik (tenaga pendidik) dosen, kami tidak melihat detail itu," beber Andi.

Berdasarkan bukti-bukti, EM dinyatakan melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus, serta melanggar kode etik dosen.

Sebagai langkah awal, EM telah dibebastugaskan dari seluruh aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi pada 12 Juli 2024.

Keputusan itu diambil sebelum pemeriksaan rampung untuk menjaga ruang aman bagi korban dan civitas akademika.

"UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada korban sesuai dengan kebutuhan para korban," jelas Andi.

Baca Juga: Viral, Balita 2 Tahun di Kaltim Diduga Jadi Korban Kekerasan Seksual Bapak Kos

Meski telah diberhentikan tetap dari jabatan sebagai dosen UGM, menurut dia, status guru besar EM masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.

Dalam hal ini, pengangkatan guru besar merupakan keputusan menteri sehingga pencabutannya juga harus dilakukan melalui keputusan menteri.

"Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. SK-nya dikeluarkan oleh Kementerian. Jadi, kalau kemudian guru besarnya ingin dicabut, keputusannya juga harus dikeluarkan oleh kementerian," ucapnya.

Ia menambahkan jabatan akademik seperti lektor kepala dan guru besar menjadi kewenangan pusat, berbeda dengan lektor atau asisten ahli yang dapat ditetapkan oleh perguruan tinggi.

"Kami di UGM diminta untuk memeriksa, hasil laporan akan kami sampaikan kepada kementerian," ujar Andi.

Tags:
kekerasan seksualKekerasan seksual terhadap mahasiswiGuru Besar Fakultas Farmasi UGMGuru Besar Fakultas FarmasiUGM

Yugi Prasetyo

Reporter

Yugi Prasetyo

Editor