Falsafah bangsa kita telah memberi arah agar musyawarah dan mufakat menjadi kunci penyelesaian perbedaan yang ada. Maknanya perbedaan itu jangan dibesar-besarkan, apalagi dipertentangkan.
Namun, perbedaan juga tak bisa boleh dihapuskan, melainkan diselaraskan dan diharmoniskan menjadi indah sebagaimana pelangi tadi.
Dalam forum apa pun yang digelar, hadir bukan dengan mengusung perbedaan, tetapi mengedepankan solusi demi masa depan yang lebih baik lagi.
Sebagaimana safari lebaran, berkunjung bukan membawa perbedaan, mengungkit masa lalu, kesalahan –kesalahan di masa lalu, lebih – lebih dendam politik masa lalu.
Tetapi bersilaturahmi dengan meminta maaf, kemudian saling memaafkan, kembali kepada kesucian diri dan jiwa sebagai pijakan awal membangun komunikasi.
Pola ‘Safari Lebaran’ inilah yang hendaknya perlu terus dikembangkan oleh para elite politik dan tokoh bangsa dalam membangun komunikasi politik yang lebih harmoni.
Di instansi mana pun para elite berada, safari politik ala lebaran hendaknya menjadi inspirasi sebagai kata kunci mencapai cita – cita negeri, terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Datang meminta maaf, lepas ada atau tidak ada kesalahan yang pernah dilakukan, adalah lebih baik, akan tercipta kesejukan dan keharmonisan, ketimbang dengan asap kemarahan yang terpendam akibat perseteruan, ketersinggungan politik masa lalu.
Ini menjadi penting, mengingat kita acap lupa dengan kebaikan seseorang hanya karena satu kesalahan. Seakan satu kesalahan itu menghapus ribuan kebaikan yang pernah dilakukan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Agama apa pun mengajarkan kebaikan tetaplah kebaikan. Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan seseorang, jangan pernah menghilangkan kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita.
Islam mengajarkan siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya.
Ingat kebaikannya, lupakan kesalahannya. Itu pula yang hendaknya dikedepankan oleh para elite politik, pejabat dan birokrat serta tokoh masyarakat dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara.