POSKOTA.CO.ID - Di Sulawesi Utara, Lebaran tidak hanya dirayakan dengan saling memaafkan, tetapi juga melalui tradisi turun-temurun bernama Binarundak.
Tradisi ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut setelah Idul Fitri, di mana masyarakat berkumpul untuk memasak nasi jaha bersama-sama.
Binarundak, yang secara harfiah berarti “memasak nasi jaha bersama”, bukan sekadar aktivitas memasak, melainkan simbol kebersamaan dan rasa syukur setelah sebulan berpuasa.
Baca Juga: Tradisi Lebaran Idul Fitri di Sejumlah Negara, Ketupat dan Opor Ayam Bukan Cuma di Indonesia
Kuliner Khas Nasi Jaha
Nasi jaha menjadi pusat dari tradisi Binarundak. Makanan ini terbuat dari beras ketan yang dimasak dengan santan, jahe, dan daun pandan, lalu dibungkus daun pisang atau bambu.
Proses memasaknya yang lama—biasanya menggunakan kayu bakar—memberikan aroma smokey khas dan rasa gurih yang kuat.
Jahe yang digunakan tidak hanya menambah kehangatan, tetapi juga mencerminkan kekayaan rempah Sulawesi Utara.
Nasi jaha sering dihidangkan dengan lauk seperti ayam atau ikan sebagai pelengkap.
Baca Juga: Mengenal Ronjok Sayak, Tradisi unik Saat Idul Fitri di Bengkulu

Makna Budaya di Balik Tradisi Binarundak
Binarundak bukan sekadar ritual memasak. Kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi antarwarga, di mana generasi tua dan muda saling berbagi cerita dan tugas.
Mulai dari menyiapkan bahan, membungkus nasi, hingga menunggu proses pemasakan, semua dilakukan bersama-sama.
Tradisi ini juga menjadi cara masyarakat mengungkapkan syukur atas rezeki yang diterima, serta harapan agar tahun depan tetap diberi kelimpahan.
Meskipun zaman terus berubah, Binarundak tetap bertahan sebagai identitas budaya Sulawesi Utara.
Pemerintah setempat dan komunitas adat aktif menggelar festival atau workshop untuk memperkenalkan tradisi ini kepada generasi muda dan wisatawan.
Bagi masyarakat lokal, Binarundak adalah pengingat akan pentingnya menjaga nilai-nilai kebersamaan dan kearifan lokal di tengah arus globalisasi.