POSKOTA.CO.ID - Belakangan sempat viral terkait organisasi masyarakat (ormas) yang meminta tunjangan hari raya (THR) menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025 ke berbagai instansi atau pun perusahaan.
Praktik ini marak terjadi dan meresahkan masyarakat. Dalih dari ormas minta THR ini seperti meminta sumbangan atau tradisi tahunan yang dimanfaatkan saat menjelang hari raya.
Menurut Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. A.B Widyanta menyebutkan praktik tersebut merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari perspektif sosial maupun hukum.
Meski banyak ormas yang bergerak di bidang sosial, kenyataannya sebagian kelompok menggunakan dalih organisasi masyarakat untuk melakukan pemalakan terhadap pengusaha atau instansi pemerintah.
Baca Juga: Viral Dua Preman Ngamuk Minta THR ke Warung di Majalengka
“Ini bagian dari praktik pemerasan, baik yang dilakukan secara halus melalui berbagai bentuk tekanan sosial dan permintaan yang tampak bersifat sukarela maupun secara terang-terangan dengan ancaman langsung yang dapat menggangu keamanan dan kenyamanan para pengusaha dalam menjalankan bisnisnya,” ujar Widyanta.
Ia juga menjelaskan bahwa maraknya praktik preman berkedok ormas ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sosial dan ekonomi.
Pasalnya, banyak anggota ormas berasal dari kelompok masyarakat yang pekerjaannya tidak tetap. Kondisi ekonomi yang sulit pun memaksa mereka mencari cara untuk mendapatkan pemasukan, termasuk dengan cara tidak benar.
Selanjutnya, adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah turut memperburuk keadaan.
Baca Juga: Pria Berseragam Pemda Minta THR Rp200 Ribu ke Pedagang di Bekasi Minta Maaf
“Ini berdampak besar bagi masyarakat kelas bawah yang sebelumnya masih mendapat limpahan dana dari proyek pembangunan,” ucapnya.