“Banyak cara bagaimana mengelola mengelola uang pemudik untuk membangun desanya, sepanjang ada kemauan yang didasari ketulusan, tanpa pamrih,”
-Harmoko-
Mudik alias pulang kampung pada hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri sudah menjadi aktivitas rutin tahunan masyarakat Indonesia sejak dulu kala.
Mudik, tak hanya berlaku di negara kita. Bangladesh, Turki dan Nigeria sama seperti Indonesia, mudik saat lebaran, sementara di Tiongkok dan Malaysia saat perayaan Imlek.
Di negara maju pun ada acara serupa kegiatan mudik, hanya beda polanya. Di Amerika Serikat dikenal Thanksgiving, liburan populer yang dimanfaatkan untuk mengunjungi sanak family, berkumpul bersama keluarga.
Budaya mudik di Korea bisa dilihat saat Chuseok, hari libur nasional di pertengahan musim gugur. Biasa disebut hari panen, festival bulan musim panen. Momen itu digunakan untuk pulang kampung berkumpul bersama keluarga.Tak ubahnya ketika masyarakat Indonesia mudik lebaran.
Jika mudik ini sudah menjadi tradisi dan budaya bangsa kita, perlu terus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga semakin banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Kian memberikan nilai tambah bagi bangsa kita, dengan mencegah agar aktivitas tahunan ini tidak menjadi ‘wah’, pamer kekayaan, adu gengsi dan prestasi yang dapat memicu kerenggangan dan ketersinggungan sosial. Kondisi yang bertolak belakang dari tujuan utama mudik lebaran.
Yang hendak kami sampaikan, bagaimana mengemas nilai silaturahmi tetap terjaga, tetapi bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Artinya mengambil hikmah dari pemudik lebaran yang setiap tahun terus meningkat jumlahnya, seiring dengan meningkatnya arus urbanisasi. Bertambahnya keluarga dari desa yang bekerja dan tinggal di kota-kota besar seperti di Jabodetabek.
Hasil survei menyebutkan sekitar 52 persen penduduk Indonesia atau 146,48 juta orang akan melakukan mudik Lebaran tahun 2025 ini. Jika rata-rata satu keluarga 4 orang, maka jumlah 146,48 pemudik ini setara dengan 36,26 keluarga.
Kalau setiap keluarga rata-rata membawa bekal sebesar Rp5 juta, maka potensi perputaran uang selama mudik lebaran sekitar Rp 176,3 triliun. Ini angka yang begitu besar untuk menggerakan perekonomian rakyat di pedesaan.