POSKOTA.CO.ID - Nama influencer Ferry Irwandi sedang mendapat banyak sorotan usai secara terang-terangan sangat menolak pengesahan Undang-Undang TNI.
Sebagai informasi, Revisi Undang-Undang TNI saat ini sudah resmi disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada 25 Maret 2025 lalu.
Namun banyak elemen masyarakat yang sebenarnya tidak setuju dan menolak pengesahan UU TNI 2025 ini karena dianggap akan membuka celah kembalinya masa Order Baru dimana militer telalu banyak mencampuri urusan sipil.
Ferry Irwandi pun cukup vokal dalam hal ini, dimana pada 25 Maret 2025 lalu dirinya pun sempat hadir pada demonstrasi penolakan di depan Gedung DPR RI Senayan bersama para massa aksi.
Baca Juga: Bantah Tudingan DPR, Ferry Irwandi Pastikan Draft RUU TNI Sebelum Disahkan Itu Asli dan Bukan Hoax
Melalui unggahan video di kanal YouTube pribadinya, Ferry Irwandi mengungkapkan 2 alasan kenapa ia sangat keras menolak RUU TNI.
Alasan pertama adalah karena militer tidak dididik seperti sipil, dimana mereka fokus dilatih untuk berperang.
"pertama militer itu tidak dididik dibentuk atau ditempa untuk memanusiakan manusia, atau mengurus manusia, mereka dididik untuk menghabisi manusia, dalam konteks perang ya," ujar Ferry, dikutip Poskota pada Kamis, 27 Maret 2025.
Ia menjelaskan bahwa militer dalam tugasnya adalah untuk bisa mengeliminasi lawan, meski hal ini dibutuhkan dalam ranah militer, namun tidak cocok jika digunakan dalam konteks sipil.
Baca Juga: Bukan Hanya Jakarta, Aksi Demo Cabut UU TNI dan Tolak RUU Polri Juga Digelar di Sejumlah Daerah
"itu yang menjadi pelatihan atau penempaan seorang militer adalah bagaimana dia sebagai manusia bisa mengeliminasi hal-hal seperti itu ketika ada di medan perang, karena ada pilihan hidup dan mati serta mempertahankan kedaulatan nasional atau memperjuangkan bangsa mereka," ucapnya.
"memang itulah seharusnya seoang tentara, tentu hal ini sangat-sangat tidak masuk ketika kita hadapkan pada konteks struktur bermasyarakat," jelas Ferry Irwandi.
Kemudian alasan kedua kenapa dirinya sangat menolak UU TNI adalah karena TNI tidak disiapkan untuk berdiskusi, berbeda dengan sipil.
Jadi hal ini disebutnya akan menjadi bumerang jika TNI terlalu banyak mencampuri urusan sipil, maka mereka akan patuh kepada atasannya dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk bersuara.
"kedua militer tidak dilatih untuk bertanya, tapi militer dilatih untuk tidak bertanya, militer tidak dilatih untuk berdiskusi, militer dilatih untuk patuh, dan sekali lagi dalam konteks kemiliteran itu dibutuhkan," kata Ferry Irwandi lagi.
"tetapi kalau dalam struktur sipil, dalam struktur bermasyarakat dalam semua urusan sipil maka ini menjadi suatu bumerang," jelasnya.
Diantarannya ada 3 pasal yang disahkan dalam UU TNI 2025 dan dinilai problematik, yakni terkait dengan penambahan posisi militer di kemnterian lembaga yang merupakan ranah sipil, penambahan usia pensiun TNI, dan penambahan tugas dalam penanganan siber.
Dari pengesahan UU ini, TNI sekarang bisa menjabat di 14 Kementerian dan Lembaga pemerintah tanpa harus melepaskan jabatannya di militer.
Selain itu, pengesahan UU TNI dalam penanganan siber juga dikhawatirkan akan menutup ruang-ruang berpendapat, dimana saat ini dunia digital dan media sosial serta internet menjadi platform utama yang dipakai masyarakat.