Ilustrasi, ini poin-poin RUU Polri yang dinilai problematik. (Sumber: jogja.polri.go.id)

Nasional

Ini Poin-Poin Kontroversial RUU Polri yang Dinilai Problematik, Tutup Ruang Kebebasan Siber

Rabu 26 Mar 2025, 00:29 WIB

POSKOTA.CO.ID - Masyarakat Indonesia baru-baru ini sedang dihebohkan dengan penolakan UU TNI tahun 2025 yang telah disahkan oleh DPR RI.

Pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang kini sah menjadi Undang-Undang memicu gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Bahkan sejak disahkan pada 25 Maret 2025 lalu, aksi demonstrasi penolakan dan tuntutan pencabutan UU TNI masih terjadi sampai saat ini.

Namun kali ini muncul ke permukaan Revisi Undang-Undang (RUU) Polri yang disebut-sebut juga lebih mengerikan.

Baca Juga: Netizen Blak-blakan Tolak RUU Polri, Puan Maharani: DPR Belum Terima Surpres RUU Polri

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, pasalnya ada poin-poin dalam RUU Polri yang disebut problematik dan akan mengekang kebebasan masyarakat, serta supremasi Polisi yang berlebihan.

Lantas apa saja poin-poin bermasalah dalam RUU Polri ini? Simak sampai habis.

Polri Boleh Lakukan Penyadapan

Pertama, dalam draft RUU Polri disebutkan bahwa wewenang Polisi dimungkinan unutk bisa melakukan penyadapan dengan leluasa.

Bahkan banyak yang menganggap bahwa Polri akan menjadi pesaing KPK yang sebenarnya memang sudah diberi wewenang menyadap dalam penindakan koruptor.

Baca Juga: Tolak RUU Polri Ramai Digaungkan, Ini Poin-poin Utama Penolakannya

Hal ini tercantum dalam draft RUU Polri pasal 14 ayat (1) dimana poin o menyebutkan "(Polri bisa) melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur tentang penyadapan."

Polri Diizinkan Takedown Konten/Akun dengan Alasan Keamanan

Di era digital saat ini, sebaran informasi menjadi sangat cepat melalui media sosial dan internet. Namun Polri akan diberi kewenangan bisa menindak sepihak konten/akun yang dirasa mengganggu.

Aturan tersebut tercantum dalam draft RUU Polri pasal 16 ayar (1) poi q yang isinya, "(Polri) melakukan penindakan, pemblokiran, atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi."

Poin ini dinilai problematik karena dianggap akan menutup ruang kebebasan dalam penyebaran informasi, khususnya jika isi konten atau akun mengandung kritik terhadap pemerintah.

Baca Juga: Setelah RUU TNI, Kini Muncul Ada RUU Polri, PSHK Menilai Polri Lembaga “Superbody”

Polri Diperbolehkan Mengambil Data dari Banyak Lembara Negeri dan Swasta

Kemudian poin berukutnya yang dinilai problematik ada pada draft RUU Polri pasal 16B ayat (1) dimana Polri dibolehkan secara bebas mengambil data dari berbagai lembaga negeri dan swasta tanpa izin.

Isi dari pasal yang dimaksud adalah, "(1) Kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan dalma rangka tugas Intelkam Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A huruf c meliputi: a. permintaan bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya; b. pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi."

Poin ini dianggap bermasalah karena dianggap memberikan akses yang telalu besar terhadap kewenangan Polri dalam kegiatan penegakan hukum.

Proses RUU Polri Sudah Sampai Mana?

Masyarakat perlu tahu sampai mana proses pembahasan RUU Polri ini bergulir.

Dari kabar burung yang beredar di media sosial, disebutkan bahwa pembahasan sudah masuk ke Kejaksaan.

Namun kepastiannya sendiri belum diketahui sejauh mana pembahasan RUU Polri ini dilakukan.

Sebelumnya ketua umum DPR RI, Puan Maharani juga sempat menyebut bahwa draft yang beredar luas di masyarakat tidak otentik.

Lebih lanjut, beredar Surpres bernomor R-13/Pres/02/2025 terkait RUU Polri yang ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan terbit pada 13 Februari 2025.

Dalam Surpres tersebut diketahui bahwa pembahasan RUU Polri sebenarnya sudah bergulir pada masa DPR RI periode 2019-2024 meski hingga kini masih belum dilanjutkan.

Pembahasannya juga sempat terhambat sampai akhir pasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo di tahun 2024.

Sementara itu, gelombang penolakan RUU Polri kini mulai muncul di kalangan warganet.

Penolakan yang muncul karena dalam Revisi Undang-Undang tersebut menambah kewenangan Polri untuk bisa menindak, memblokir, memutus, dan mengperlambat akses ruang siber dengan alasan keamanan dalam negeri.

Hal ini disebut menjadi gambaran pemerintah yang "anti kritik" dengan membatasi aktivitas siber yang kini menjadi media paling ampuh dalam memberikan pandangan terhadap kebijakan pemerintah.

Selain itu masih banyak kekhawatiran lainnya seperti penambahan wewenang dalam penyadapan dan membuka peluang Kapolri atau Polisi berpangkat jenderal untuk pensiun lebih lama yang ditakutkan bisa disalahgunakan.

Tags:
Joko WidodoUU TNIPolriRevisi Undang Undang PolriRevisi Undang Undang TNIRUU TNI disahkanRUU TNI RUU Polri terbaruRUU Polri

Muhammad Faiz Sultan

Reporter

Muhammad Faiz Sultan

Editor