JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejak fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) berdiri di Rorotan Jakarta Utara, warga sekitar mengalami gangguan pernapasan dan iritasi mata akibat asap pembakaran.
Lokasi RDF yang berdiri di lahan kosong pertanian warga ini dikeluhkan penduduk setempat karena asapnya menyebar ke pemukiman sekitar.
Salah seorang warga Kampung Karang Tengah, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Lukman, 40 tahun, mengatakan, setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB, asap hitam pekat dari pembakaran RDF menyelimuti permukiman mereka.
"Asapnya bau menyengat, bikin mual dan pusing," ujar Lukman saat ditemui Poskota, Selasa, 25 Maret 2025.
Baca Juga: Disapu Puting Beliung saat Menyantap Hidangan Sahur
Akibat polusi udara yang semakin parah, warga terdampak sempat menggelar aksi unjuk rasa. Menurut Lukman, aksi ini diikuti oleh warga Perumahan Jakarta Garden City (JGC), Tarumanegara, Karang Tengah, Tambun Bekasi, Perumahan Harmoni, dan Sungai Kendal pada Jumat (21/3) lalu.
"Kami protes karena asapnya bikin sesak napas dan mengganggu kesehatan, terutama anak-anak," jelasnya.
Selain menyebabkan sesak napas, asap RDF juga membuat warga kehilangan nafsu makan karena baunya yang menyengat. "Kalau terhirup terlalu lama, bisa batuk-batuk. Kebanyakan yang terdampak adalah anak-anak," tambahnya.
Warga berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi pencemaran ini. "Jangan sampai anak-anak di kampung ini jadi korban karena polusi udara dari pembakaran sampah RDF," tuturnya.
Baca Juga: Kelimpungan Cari Minyak Goreng: MinyaKita Menghilang Jelang Lebaran
Warga setempat lain, Ahmad, 68 tahun, menyampaikan, setiap kali bau menyengat mulai tercium, pihak pemerintah langsung menurunkan mobil pembersih untuk menyemprotkan pewangi di jalanan warga.
"Biasanya setelah disiram pewangi, baunya hilang sebentar, tapi dalam satu jam sudah tercium lagi," ujarnya.
Menurut Ahmad, polusi udara dari RDF ini bahkan terasa hingga ke wilayah Kota Bekasi dan Jakarta Timur.
Senada dengan itu, Misria, 37 tahun, istri Ketua RT 01 RW 09 Kampung Karang Tengah, menyebut bau menyengat biasanya muncul saat Magrib dan sore hari. "Baunya seperti sampah yang sudah berhari-hari membusuk," keluhnya.
Misria berharap lingkungan mereka bisa kembali memiliki udara bersih seperti sebelum RDF beroperasi.
Tak hanya mengganggu pernapasan, polusi udara dari RDF juga menyebabkan anak-anak terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Pauline, 46 tahun, warga Perumahan JGC, mengungkapkan, di cluster perumahannya, 13 anak mengalami ISPA akibat asap RDF.
"Anak-anak yang usianya antara 1 hingga 12 tahun terkena ISPA. Penyebabnya karena menghirup polusi udara dari asap RDF Rorotan," ujar Pauline saat ditemui di rumahnya, Selasa (25/3).
Pauline sendiri adalah ibu dari Luke, 12 tahun, yang juga menjadi korban ISPA akibat asap RDF. Dia menyayangkan keberadaan RDF yang dibangun di dekat pemukiman warga karena dampaknya sangat buruk bagi kesehatan.
Menurut dia, anak-anak di perumahannya sering mengalami batuk-batuk setelah bermain di taman pada sore hari, saat bau menyengat mulai tercium.
"Awalnya Luke batuk ringan, tapi lama-lama makin parah. Puncaknya, pada 1 Maret, dia menggigil di malam hari, lalu saya bawa ke dokter di RS Eka Hospital. Dokter bilang ini batuk berkepanjangan akibat polusi udara," paparnya.
Luke akhirnya harus menjalani pengobatan dengan antibiotik dan obat pengencer dahak hingga sembuh. Namun, menurut Pauline, jika bau dari RDF kembali tercium, anaknya langsung kembali batuk-batuk.
"Sekarang kalau bau muncul, saya larang dia keluar rumah. Anak-anak di sini sudah jarang main di taman karena polusi udara," katanya.
Setelah banyaknya anak yang terkena ISPA, petugas Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kelurahan Rorotan turun ke lapangan untuk melakukan pendataan. Namun, hingga kini belum ada tindakan konkret untuk mengatasi polusi dari RDF.
Pauline berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan dampak lingkungan sebelum membangun fasilitas seperti RDF di dekat pemukiman.
"Semoga udara kembali bersih dan tidak ada lagi anak-anak yang jadi korban," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jakarta, Ani Ruspitawati, mengakui, sebagian warga yang tinggal di sekitar Refused Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara, mengalami gangguan pernapasan ringan. "Kemarin ada 12 kasus yang terlapor. Kami sudah melakukan pemantauan," kata Ani.
Dia memastikan, petugas Puskesmas telah melakukan pengecekan terhadap warga yang mengalami gangguan pernapasan.
"Teman-teman dari Puskesmas sudah turun langsung dan mendatangi rumah warga. Sebagian besar diagnosanya adalah ISPA ringan hingga sedang, tidak sampai harus dirawat," jelasnya.
Ani menambahkan, dua warga mengalami bronkitis, sementara beberapa lainnya mengalami konjungtivitis. Namun, seluruh pasien kini sudah dalam kondisi sehat.
"Ada dua orang yang mengalami bronkitis. Mungkin perlu dilihat lagi apakah sebelumnya sudah memiliki riwayat asma atau penyakit lainnya. Ada juga yang mengalami konjungtivitis, tetapi saat ini semuanya sudah sehat," ujarnya.
Dia menegaskan, petugas Puskesmas akan terus melakukan pengecekan berkala terhadap warga yang mengalami gangguan pernapasan. Beberapa warga bahkan sudah kembali beraktivitas seperti biasa.
"Beberapa waktu lalu kami datangi, mereka sudah kembali sekolah. Jika ada keluhan kesehatan, masyarakat bisa langsung mengakses layanan Puskesmas," tuturnya.
Ani juga menegaskan, Puskesmas di Rorotan siap melayani warga yang membutuhkan perawatan. "Di Rorotan ada Puskesmas yang standby 24 jam. Puskesmas Cakung juga siap jika diperlukan, meskipun saat ini belum ada peningkatan kasus, hanya 12 kasus di seluruh Cakung," katanya.
Gubernur Jakarta Pramono Anung menyampaikan Pemprov akan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari proses uji coba (commissioning) pengolahan sampah lama di Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Pihaknya telah meminta maaf kepada masyarakat terdampak dan akan mengambil langkah perbaikan guna mengatasi permasalahan yang muncul. Uji coba tersebut menimbulkan bau tidak sedap di sekitar lokasi hingga menyebabkan sejumlah warga mengalami gangguan pernapasan.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Pramono menyatakan pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah penggunaan deodorizer guna mengurangi bau yang timbul.
Selain penggunaan deodorizer, Pemprov juga mempertimbangkan pemasangan filter tambahan serta penerapan teknologi pengolahan sampah dari Jepang yang lebih modern. Langkah ini diharapkan dapat menghilangkan bau sebelum proses pembakaran sampah dilakukan.
Terkait dengan warga yang terdampak, Pramono mengatakan telah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta untuk memastikan seluruh dampak yang dirasakan masyarakat ditangani dengan baik.
"Saya sudah meminta kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup untuk bertanggung jawab. Semua warga yang terkena dampak harus mendapatkan perhatian dan penanganan," jelasnya.
Pramono juga mengakui, dalam proses commissioning ini, pihak internal yang terlibat tidak mempertimbangkan dampak yang bisa terjadi pada lingkungan sekitar. Hal ini menjadi bahan evaluasi ke depan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Saya mengecek sendiri bahwa sampahnya ini sudah lama. Karena ini namanya commissioning, pihak yang melakukan commissioning tidak memikirkan dampaknya akan sebesar ini," ungkapnya.