POSKOTA.CO.ID - Kue kering Lebaran punya sejarah panjang, mulai dari Persia abad ke-7, berkembang di Eropa, lalu dibawa ke Indonesia pada masa kolonial.
Kue seperti nastar dan kastengel adalah hasil akulturasi budaya Belanda dan lokal. Tak sekadar camilan, kue kering juga punya makna filosofis dalam perayaan Idulfitri.
Asal-Usul Kue Kering: Dimulai dari Persia
Pernah penasaran kenapa kue kering jadi sajian wajib Lebaran? Ternyata, sejarahnya dimulai di Persia (sekarang Iran) pada abad ke-7.
Baca Juga: Timnas Indonesia vs Bahrain! Nggak Perlu Datang ke SUGBK, Berikut Ini Titik Lokasi Nobar di Bandung
Saat itu, tukang roti menggunakan sedikit adonan untuk menguji suhu oven sebelum memanggang kue besar. Tanpa disengaja, adonan kecil itu malah jadi kue renyah yang tahan lama—dan jadilah cikal bakal kue kering!
Perjalanan ke Eropa: Dari Makanan Bangsawan ke Camilan Rakyat
Kue kering kemudian menyebar ke Eropa lewat jalur perdagangan dan penaklukan Muslim di Spanyol. Awalnya, hanya kaum bangsawan yang bisa menikmatinya. Baru sekitar abad ke-14, kue ini populer di semua kalangan, dari raja hingga rakyat biasa.
Masuk ke Indonesia: Akulturasi Kuliner Kolonial
Di Indonesia, tradisi kue kering Lebaran mulai dikenal sejak zaman Belanda. Menurut sejarawan kuliner Fadly Rahman, interaksi masyarakat lokal dengan orang Belanda melahirkan adaptasi resep Eropa dengan bahan lokal. Contohnya:
- Nastar: Dari kata Belanda "ananas" (nanas) dan "taart" (tart). Awalnya pakai selai blueberry, tapi di Indonesia diganti nanas karena lebih mudah didapat.
- Kastengel: Berasal dari "kaasstengels" (batang keju). Di Belanda pakai keju Edam, di Indonesia pakai keju cheddar.
Baca Juga: Cairkan Saldo DANA Gratis Rp100.000 dari Aplikasi Penghasil Uang Terpercaya, Unduh 3 Rekomendasi Ini
Makna Filosofis Kue Kering Lebaran
Kue kering bukan sekadar camilan manis. Ia juga punya makna mendalam:
- Simbol kebahagiaan & kemakmuran setelah sebulan berpuasa.
- Lambang keramahan, karena disajikan untuk tamu saat silaturahmi.
- Warisan budaya yang terus dilestarikan tiap generasi.
Jadi, setiap gigitan kue kering Lebaran ternyata menyimpan cerita panjang akulturasi budaya!