POSKOTA.CO.ID - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) memaparkan sebuah kajian tentang RUU Polri yang saat ini tengah dibahas oleh Komisi III DPR RI.
Gelombang penolakan RUU Polri ini juga muncul di kalangan masyarakat sipil, setelah disahkannya RUU TNI oleh DPR.
Dalam kajiannya, PSHK menyebutkan jika draft atau rancangan UU Polri ini memuat sejumlah pasal bermasalah dengan substansi ugal-ugalan yang menjadikan institusi “Superbody”.
“RUU Polri gagal menyorot masalah (problem) fundamental yang terjadi di institusi kepolisian selama ini, tidak terkecuali kegagalan dalam menyorot aspek lemahnya mekanisme pengawasan dan kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian dalam penegakan hukum, keamanan negara maupun pelayan masyarakat,” bunyi keterangan dari PSHK.
Baca Juga: Gegara RUU TNI, Viral Daftar Boikot Artis! Prilly Latuconsina Tak Terima Namanya Terseret
Catatan Kekerasan Melibatkan Kepolisian
Dalam rentang 2020-2024 KontraS mencatat praktik kekerasan yang melibatkan kepolisian. Sepanjang Juli 2020-2024 terdapat 651 kasus.
Kemudian Juli 2021-2022 667 kasus. Juli 2022-Juni 2023 622 kasus dan sepanjang Januari-April 2024 terjadi 198 kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian.
Adapun pelanggaran yang dilakukan ialah penembakan, penganiayaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa, penculikan, pembunuhan, tindakan tidak manusiawi, penembakan water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, kriminalitas, hingga extrajudicial killing.
Kemudian YLBHI mencatat terdapat 67 orang meninggal dengan duaan kuat sebagai proses pembunuhan di luar proses hukum di tangan anggota polisi sepanjang tahun 2019.
Baca Juga: 10 Orang Hilang, Gedung DPRD Terbakar! Begini Kronologi Ricuhnya Unjuk Rasa Tolak UU TNI di Malang
Lalu selama kurun waktu Juli 2022-2023, catatan YLBH menyebutkan terdapat 130 kasus yang melibatkan kepolisian sebagai aktor pelanggar dengan kasus salah tangkap, intimidasi diskusi, kriminalisasi, penahanan sewenang-wenang, undue delay hingga extrajudicial killing.