POSKOTA.CO.ID - Belakangan ini publik dihebohkan dengan kabar kantor redaksi Tempo mendapatkan kiriman potongan kepala babi pada Rabu, 19 Maret 2025. Kemudian, disusul dengan paket berisi 6 bangkai tikus dengan kepala terpenggal pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Paket kepala babi tersebut ditujukan untuk jurnalis Tempo yang bertugas untuk desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik, Fransisca Christy Rosana atau akrab disapa Cicha dari orang yang tidak dikenal.
Sedangkan, paket bangkai tikus ditemukan oleh petugas kebersihan Tempo, Agus dan tidak ditemukan tulisan apapun di kardus di yang dibaluti dengan kartas kado itu.
Tidak sedikit pihak mulai dari redaksi Tempo hingga dewan pers mengatakan bahwa pengiriman paket-paket berisi bangkai hewan ini merupakan salah satu bentuk teror dan ancaman bagi kebebasan pers pada era sekarang.
Putri Ketiga mendiang Mantan Presiden ke-3 Indonesia, Abdurrahwan Wahid (Gusdur), Anita Wahid, menyoroti ancaman yang dialami oleh redaksi tersebut dan ternyata mengingatkannya dengan teror, yang pernah dialaminya saat zaman Orde Baru (Orba).
Cerita Anita Wahid Pernah Diteror saat Zaman Orba
Menyoroti soal paket kepala babi yang diterima redaksi Tempo, Anita Wahid mengatakan bahwa dirinya dan kekuarga Gusdur pernah mengalami ancaman atau teror saat zaman Orba, tepatnya ketika dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pada saat itu, kata dia, belum ada handphone sehingga panggilan masuk semua ke telepon rumah. Anita mengatakan, hampir setiap sore sekitar pukul 16.00-16.30 sore selalu ada telepon masuk dan secara kebetuan dia yang sering mengangkatnya.
“Kadang-kadang ade gua Inayah yang bahkan waktu itu masih SD kadang-kadang dia juga yang angkat, tapi paling sering gue,” kata dia.
Namun, setiap mengangkat telepon dan mengucap ‘Halo’, ada suara seorang laki-laki dengan tegas dan melontarkan kalimat-kalimat mengancam dan intimidasi terhadap Gusdur dan keluarganya.
“Terus dia akan ngomong ‘Heh, bilang sama bapa kamu, suruh dia berhenti bicara, kalo enggak kamu akan saya kirimkan kado yang bagus banget dan gede, isinya kepala bapak kamu’ gitu. Abis itu dia ketawa ketawa, habis itu dia tutup telepon,” kata dia.
Teror telepon tersebut tidak hanya berlangsung satu kali, melainkan berulang kali dan mengatakan hal yang sama, namun penelpon menyebutkan potongan tubuh berbeda setiap harinya yang akan diterima oleh keluarga.
“Tapi, intimidasi dan teror nya kurang lebih sama, dan itu terjadi beberapa bulan, hampir setiap hari terjadi,” ucap Anita.
Perbedaan dan Persamaan Kasus Teror Keluarga Gusdur dengan Tempo
Kemudian, Anita menyebut bahwa ada perbedaan antara kasus teror yang dialami keluarga Gusdur dengan jurnalis tempo. Apabila dia menerima intimidasi melalui suara di telpon, Tempo menerimanya secara gamblang.
“Kalo di gue itu hanya sekedar audio dan gua gak tau, gak melihat langsung. Sementara yang dialami Tempo, bentuknya jelas ada kepala babi dan itu sangat visual ada di depan mata, termasuk darah-darahnya, dan segala macam,” jelas dia.
Namun, kata dia, yang menjadi persamaan adalah penerima pesan teror tersebut yakni sama-sama perempuan dan berisi ancaman dalam upaya pembungkaman.
“Tapi walaupun ada perbedaan, sebenarnya pesannya sama. Pesannya adalah berhenti bicara, berhenti mengkritik karena kalau nggak, akan ada konsekuensi besar yang akan kamu tanggung. Dan konsekuensi besarnya itu, tidak menutup kemungkinan bentuknya adalah nyawamu, gitu ya. Itu yang sebenarnya gue terima pesan itu,” ungkap Anita.
Anita Menilai Tidak Menutup Kemungkinan Zaman Orba Lahir Kembali
Kemudian, dia mengatakan, sekarang ini bentuk ancaman dan teror sangat beragam mulai dari rumah jurnalis dibakar, UU ITE, hingga labeling hoax. Anita, menilai bahwa dengan kehadiran teror-teror seperti itu memungkinkan lahir kembali zaman Orba
“Jadi, yang mau gua bilangin nih sama kalian ya, yang masih bilang bahwa kita enggak akan balik lagi ke Orde Baru, kita enggak akan mengarah ke sana, really? Really? Please deh,” tutup Anita dengan kegeraman.