POSKOTA.CO.ID - Tepat 79 tahun lalu, peristiwa Bandung Lautan Api menjadi salah satu momen bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ketika itu, pada 24 Maret 1946, rakyat Bandung dengan sengaja membakar bagian selatan kota sebelum meninggalkannya, sebagai bentuk perlawanan terhadap pasukan Sekutu yang berusaha menguasai wilayah tersebut.
Latar Belakang Peristiwa
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, konflik dengan pasukan Sekutu/AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) masih terus berlanjut di berbagai daerah. Bandung menjadi salah satu kota yang menjadi medan pertempuran sengit.
Menurut sumber yang dikutip dari websites Pemerintah Kota Bandung, peristiwa ini bermula ketika pasukan Sekutu mengeluarkan perintah agar rakyat menyerahkan senjata dan mengosongkan wilayah Bandung.
Baca Juga: Hari Hutan Sedunia Diperingati 21 Maret, Berikut Sejarah Tujuan, dan Cara Merayakannya
Namun, rakyat justru memberikan perlawanan dengan menyerang pos-pos Sekutu di berbagai titik kota. Hingga Maret 1946, Bandung telah terbagi menjadi dua bagian, dengan bagian utara dikuasai oleh Sekutu dan bagian selatan berada di bawah kendali Tentara Republik Indonesia (TRI).
Pada 22 Maret 1946, Letnan Jenderal Montagu Stopford, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, mengeluarkan ultimatum kepada Perdana Menteri Indonesia saat itu, Sutan Sjahrir.
Ultimatum tersebut memerintahkan TRI untuk meninggalkan Bandung Selatan dalam radius 11 kilometer dari pusat kota. Keputusan ini diterima oleh Pemerintah RI di Jakarta, meskipun markas besar TRI di Yogyakarta menginstruksikan untuk mempertahankan Bandung dengan segala cara.
Strategi Bumi Hangus
Meskipun menerima perintah untuk mundur, TRI dan rakyat Bandung tidak serta-merta menyerahkan kota mereka kepada Sekutu. Sebagai langkah strategis, mereka memilih untuk membumihanguskan Bandung agar tidak dapat digunakan sebagai basis militer oleh musuh.
Mayor Rukana, seorang komandan polisi militer di Bandung, menjadi tokoh kunci dalam peristiwa ini. Dalam sebuah pertemuan pada 23 Maret 1946, ia mengusulkan agar Bandung dijadikan lautan api guna mencegah jatuhnya kota ke tangan Sekutu.
Gagasan ini mendapat dukungan penuh dari Kolonel A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Divisi III TRI.
Dua anggota TRI, Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, turut berperan penting dalam misi ini. Mereka melakukan sabotase dengan meledakkan gudang amunisi Sekutu, sehingga mempercepat proses penghancuran kota.
Baca Juga: Sejarah Mudik Lebaran di Indonesia, Ternyata Erat Kaitannya dengan Budaya
Eksekusi Pembakaran
Pada malam 24 Maret 1946, gelombang pengungsian mulai terjadi. Sebelum meninggalkan rumah mereka, rakyat Bandung terlebih dahulu membakar bangunan dan gedung-gedung yang ada.
Rencana awal TRI adalah melakukan pembakaran serentak pada pukul 24.00, namun aksi ini dimulai lebih awal, tepatnya pukul 20.00, ketika dinamit pertama meledak di Gedung Inside Restaurant, dekat alun-alun Bandung.
Kobaran api meluas dengan cepat, membakar rumah dan bangunan sepanjang 12 kilometer dari timur ke barat Bandung. Langit malam pun memerah akibat jilatan api yang menjulang tinggi. Peristiwa ini menjadi simbol perjuangan rakyat Bandung dalam mempertahankan kemerdekaan.
Dampak dan Warisan Sejarah
Bandung Lautan Api meninggalkan dampak besar bagi warga kota. Diperkirakan sekitar 200.000 hingga 500.000 warga harus mengungsi akibat kebakaran yang meluluhlantakkan hampir separuh kota.
Namun, aksi heroik ini menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak akan menyerahkan tanah airnya begitu saja.
Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam Monumen Bandung Lautan Api di kawasan Tegallega, sebagai pengingat akan pengorbanan besar yang dilakukan demi mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Kini, Bandung tidak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan pusat pendidikan, tetapi juga sebagai kota yang memiliki sejarah heroik dalam perjuangan kemerdekaan.
Bandung Lautan Api bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan bukti nyata bahwa kebebasan dan kemerdekaan harus diperjuangkan dengan penuh pengorbanan.