Massa aksi dari berbagai elemen masyarakat berkumpul di depan Gedung DPR RI Bandung, menolak revisi UU TNI yang dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi TNI. (Sumber: Screenshot X/@pablonification)

Nasional

UU TNI Resmi Disahkan, DPR Dituding Prioritaskan Kepentingan Eksekutif Ketimbang RUU Pro-Rakyat

Sabtu 22 Mar 2025, 07:21 WIB

POSKOTA.CO.ID - Respons cepat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyetujui revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hanya dalam lima hari.

Proses legislasi yang tergesa-gesa ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk akademisi hukum, yang mempertanyakan urgensi dan dampaknya terhadap keseimbangan kekuasaan serta hak-hak rakyat.

Pengamat hukum Muhtar Said menyoroti kontras antara persetujuan kilat revisi UU TNI dengan lambatnya pembahasan RUU pro-rakyat seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Adat.

Artikel ini juga mengulas aksi unjuk rasa masyarakat sipil yang menolak revisi UU TNI karena dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi TNI.

Baca Juga: Gak Perlu Ganti Provider! Simak Cara Mempercepat Koneksi Internet di HP Android dan iPhone Kamu

DPR Setujui Revisi UU TNI dalam 5 Hari, Apa Dampaknya bagi Rakyat?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja membuat keputusan yang mengejutkan: menyetujui revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hanya dalam waktu lima hari. Kecepatan ini tentu mengundang tanya, terutama dari kalangan akademisi dan pengamat hukum.

Bagaimana bisa sebuah revisi undang-undang sepenting ini diproses begitu cepat, sementara RUU pro-rakyat lain justru terbengkalai bertahun-tahun?

Muhtar Said, Pengamat Hukum dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), menyoroti ketidakseimbangan ini.

Menurutnya, persetujuan kilat revisi UU TNI sangat kontras dengan nasib RUU lain yang lebih berpihak pada rakyat, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Perampasan Aset.

"Ini mencerminkan kecenderungan DPR untuk mendahulukan kepentingan eksekutif dibandingkan perlindungan hukum dan hak-hak rakyat," ujar Said.

Kekhawatiran atas Dwifungsi TNI

Said juga memperingatkan risiko memperkuat TNI secara berlebihan. Menurutnya, hal ini berpotensi menggeser keseimbangan kekuasaan dan mengarahkan Indonesia menuju junta militer.

"Indonesia menganut sistem presidensial dengan hukum sebagai panglima tertinggi. Memperkuat militer secara berlebihan bisa bertentangan dengan prinsip negara hukum," tegasnya.

Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh masyarakat sipil. Pada Kamis, 20 Maret 2025, ribuan massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, dan aktivis berkumpul di depan Gedung DPR RI. Mereka menuntut pembatalan revisi UU TNI yang baru disahkan.

"Tolak RUU TNI, kembalikan TNI ke barak. Ganti TNI dengan Pramuka!" teriak salah seorang orator dari atas mobil komando.

Baca Juga: Gak Perlu Ganti Provider! Simak Cara Mempercepat Koneksi Internet di HP Android dan iPhone Kamu

Aksi Unjuk Rasa yang Semakin Besar

Berdasarkan pantauan NU Online, massa aksi terus bertambah hingga sore hari. Mereka membawa spanduk dan meneriakkan tuntutan agar revisi UU TNI dibatalkan. Salah satu kekhawatiran utama adalah kembalinya dwifungsi TNI, di mana militer tidak hanya bertugas di bidang pertahanan, tetapi juga terlibat dalam urusan sipil.

Pertanyaan Besar: Urgensi Revisi UU TNI

Banyak pihak mempertanyakan urgensi revisi UU TNI ini. Sebelumnya, UU TNI dinilai sudah cukup kuat. Lalu, mengapa perlu diperkuat lagi? Apakah ini langkah untuk memperkuat posisi eksekutif, atau ada agenda lain di baliknya?

Pertanyaan-pertanyaan ini belum terjawab. Namun, satu hal yang pasti: revisi UU TNI telah memicu gelombang kritik dan aksi penolakan dari berbagai lapisan masyarakat. Bagaimana dampaknya ke depan? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

Tags:
UU TNI 2025RUU pro-rakyat Muhtar Saidaksi unjuk rasadwifungsi TNI DPRRevisi UU TNI

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor