POSKOTA.CO.ID – Jenderal Besar A.H. Nasution merupakan sosok berpengaruh dalam dunia militer Indonesia. Salah satu kontribusinya yang paling terkenal adalah formulasi konsep Dwifungsi ABRI.
Konsep ini lahir untuk menciptakan keseimbangan peran antara militer dan sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jenderal Nasution merupakan tokoh kunci dalam memformulasikan, meletakkan landasan hukum, hingga kritiknya terhadap penerapan konsep Dwifungsi ABRI.
Baca Juga: DPR Pastikan RUU TNI Tak Bangkitkan Dwifungsi ABRI, Ternyata Begini Bahaya Dwifungsi ABRI!

Memformulasikan Dwifungsi ABRI
Pada tanggal 11 November 1958, dalam perayaan Dies Natalis Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jenderal Nasution memaparkan konsep Dwifungsi ABRI.
Dwifungsi ini dikenal sebagai "jalan tengah" atau the Armies' middle way. Dalam konsep tersebut, ABRI tidak hanya berfungsi sebagai alat negara dalam bidang pertahanan dan keamanan, tetapi juga memiliki peran di bidang sosial-politik.
"Jalan tengah yang dimaksud adalah ABRI tidak hanya sebagai alat belaka dari pemerintah yang dikuasai oleh politisi sipil dan ABRI juga tidak menguasai politik secara dominan. Pada akhirnya ABRI berfungsi sebagai kekuatan pertahan keamanan dan sosial politik yang terkenal dengan sebutan Dwifungsi ABRI," tulis Peza Pramana Putra dan Safri Mardison dalam penelitian bertajuk "Kontribusi Jenderal Besar A.H. Nasution terhadap Dwifungsi ABRI (1958-1998)" yang terbit di Jurnal Cerdas Mahasiswa.
Pandangannya mengarah pada hubungan selaras antara militer dan sipil yang sama-sama berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Baca Juga: Ketua Komisi I DPR Pastikan Revisi UU TNI Tak Akan Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
Meletakkan Landasan Hukum
Untuk memastikan Dwifungsi ABRI memiliki legitimasi, Jenderal Nasution mengupayakan agar konsep ini memiliki dasar hukum yang kuat.
Langkah pertama adalah memasukkan ABRI ke dalam golongan fungsional dalam kerangka konstitusional UUD 1945.