POSKOTA.CO.ID - Demonstrasi tolak Revisi Undang-Undang (RUU) TNI masih berlangsung di depan Gedung DPR RI, Jakarta hingga Kamis, 20 Maret 2025 malam ini.
Aksi yang diinisiasi oleh para aktivis dan mahasiswa ini telah berlangsung sejak tadi pagi, dimana mayoritas peserta aksi tidak puas dengan keputusan DPR mengesahkan UU TNI yang baru.
Sebelumnya, revisi Undang-Undang TNI ini mendapatkan banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Bahkan tagar Tolak Revisi UU TNI pun terus menggema di jagat maya, khususnya media sosial X dimana banyak warganet yang mengungkapkan penolakannya.
Baca Juga: Kekalahan Telak Rakyat Indonesia: Pengesahan RUU TNI hingga Timnas Dibantai Australia
Bahkan banyak dari para influencer juga turun gunung ikut serta dalam demonstrasi yang dilakukan hari ini.
Salah satunya adalah Ferry Irwandi, influencer yang dikenal publik cukup vokal untuk menjelaskan berbagai polemik kebijakan publik terlihat datang membersamai para demonstran di depan Gedung DPR RI.
Dalam unggahan terbaru media sosial pribadinya, Ferry Irwandi pun menyampaikan kepada para rekan-rekan yang melakukan demonstrasi untuk tetap berjuang namun harus bisa menjaga diri.
"Teman-teman, gue masih di sini, sama kalian, gak kemana-mana, kalian gak sendiri," tulis dalam caption @irwandiferry.
"Kita sudah berjuang sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, pulanglah dengan nyawa, teruslah hidup lebih lama," katanya.
Baca Juga: Aksi Pemuda Ini Bongkar Peserta Demo Dukung RUU TNI, Pas Ditanya Celingak-celinguk
Isi dari RUU TNI
Revisi Undang-Undang TNI telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI hari ini, Kamis 20 Maret 2025 menyulut kekecewaan dari warganet.
Hingga Kamis malam, seruan penolakan masih menggema di media sosial X yang tidak puas dengan keputusan dari para wakil rakyat tersebut.
Namun apa sebenarnya RUU TNI yang mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat ini?
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang dibahas adalah soal kebijakan prajurit untuk bisa menempati posisi sipil, kemudian masalah masa pensiun TNI, dan penambahan tugas yang diberikan.
Baca Juga: RUU TNI Disahkan DPR, YLBHI: Indonesia Makin Gelap
Banyak dari warganet sudah menyuarakan penolakan dengan asumsi kembalinya pemerintahan gaya orde baru yang cenderung memperkuat aparat dan melemahkan sipil dan ketakutan akan dwi fungsi TNI.
Adapun dalam UU TNI yang baru tersebut mencakup 3 pasal yang dirasa terlalu memperkuat posisi militer di berbagai aspek pemerintahan, diantaranya sebagai berikut:
1. Jabatan Sipil
Perubahan ini terdapat pada Pasal 47 UU TNI. Sebelumnya, prajurit TNI hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah pensiun. Kini, TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga yang ditentukan.
Penambahan jumlah kementerian/lembaga dari 10 menjadi 14 ini mencakup bidang-bidang strategis yaitu:
- Koordinator bidang politik dan keamanan negara.
- Pertahanan negara temasuk dengan dewan pertahanan nasional.
- Kesekretariatan negara yang mengurus tentang kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.
- Intelijen negara.
- Siber dan/atau sandi negara.
- Lembaga ketahanan nasional.
- SAR.
- Narkotika nasional.
- Pengelola perbatasan.
- Penanggulangan bencana.
- Penanggulagan terorisme.
- Keamanan laut.
- Kejaksaan RI.
- Mahkamah Agung.
Namun, penempatan TNI aktif di jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga tersebut tetap mengharuskan prajurit tersebut untuk pensiun dari dinas militer.
2. Usia Pensiun
Pada Pasal 53 UU TNI, terdapat penyesuaian usia pensiun untuk berbagai golongan prajurit, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan kondisi demografis, diantaranya:
- Bintara dan Tamtama: 55 tahun.
- Perwira (hingga kolonel): 58 tahun.
- Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun.
- Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun.
- Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun.
- Perwira tinggi bintang 4: 63 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan dua kali berdasarkan keputusan Presiden.
3. Tugas Pokok TNI
Pasal 7 UU TNI, ada penambahan tugas pokok TNI dalam penanggulangan ancaman siber mencerminkan perkembangan teknologi dan kebutuhan keamanan nasional.
Tugas membantu dan melindungi WNI serta kepentingan di luar negeri memperluas peran TNI dalam konteks global.
Baca Juga: DPR Pastikan Tidak Ada Celah Kembalinya Dwifungsi TNI dalam Revisi UU
Apa Itu Dwifungsi ABRI?
DPR RI sendiri menegaskan bahwa tidak ada celah untuk kembalinya dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI di pemerintahan Indonesia.
Namun masih banyak masyarakat yang cemas dan takut kondisi dimana supremasi militer akan terjadi dan mendandakan kemunduran bagi pemerintahan.
Lantas seperti apakah konsep dari dwifungsi ABRI tersebut?
Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan konsep yang berfokus kepada peran ganda militer dalam pemerintahan, termasuk dalam konteks pertahanan-keamanan dan sosial-politik.
Konsep ini sudah sangat akrab di telinga dalam sejarah Republik Indonesia, khususnya di era Orde Baru kepemimpinan Presiden Soeharto.
Berdasarkan peneliatan Andreas Lantik (2014) berjudul "Dwifungsi ABRI: Legalisasi Kekuasaan Golongan Militer dalam Pemerintahan Orde Baru," menekankan bahwa ABRI tidak hanya berfokus kepada alat pertahanan negara saja, melainkan juga beperan dalam sosial-politik yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat.
Hal itu disebut sebagai legitimasi bagi militer untuk bisa terlibat di pemerintahan termasuk dalam pengambilan kebijakan publik.
Adapun dampaknnya sendiri adalah konsep Dwifungsi ABRI akan membawa permasalahan, seperti di masa Orde Baru dimana militer terlibat jauh dalam masalah ekonomi.
Pada akhirnya konsep dwifungsi ABRI ini jatuh bersamaan dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru, kemudian pada era reformasi dihapus serta diimplementasikan secara bertahap sejak tahun 2004.