Tangani Polusi Udara, Jakarta Berencana Tiru Bangkok hingga Paris

Selasa 18 Mar 2025, 22:17 WIB
DLH Jakarta berencana meniru cara kota-kta besar menangani polusi udara. (Sumber: Poskota/ Ahmad Tri Hawaari)

DLH Jakarta berencana meniru cara kota-kta besar menangani polusi udara. (Sumber: Poskota/ Ahmad Tri Hawaari)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta akan meniru kota-kota besar dunia, seperti Bangkok di Thailand hingga Paris di Prancis dalam penanganan polusi udara. Upaya ini mencakup peningkatan jumlah sensor pemantauan kualitas udara serta keterbukaan data sebagai dasar kebijakan berbasis sains.

Rencana itu dibahas saat DLH Jakarta mengundang BMKG, BRIN, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization) dalam pembahasan strategi menghadapi penurunan kualitas udara saat musim kemarau.

Kepala DLH Jakarta, Asep Kuswanto menegaskan, Jakarta perlu memiliki sistem pemantauan udara yang lebih canggih seperti kota-kota besar dunia.

"Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini Jakarta sudah memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlah sensor agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat," kata Asep dalam keterangan tertulis, Selasa, 18 Maret 2025.

Baca Juga: BPBD Jakarta Siapkan Langkah Hadapi Cuaca Ekstrem jelang Lebaran

Assep menekankan, keterbukaan data menjadi langkah penting dalam perbaikan kualitas udara secara sistematis.

"Kita harus lebih terbuka dalam menyampaikan data polusi udara agar intervensinya bisa lebih efektif. Yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara,” ucap dia.

DLH Jakarta menargetkan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah atau low-cost sensors supaya pemantauan lebih luas dan akurat. Dengan upaya ini, sumber pencemaran dapat terdeteksi lebih jelas, termasuk cara polutan dari luar masuk ke wilayah Jakarta.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subbidang Informasi Pencemaran Udara BMKG, Taryono Hadi menyatakan fenomena El Nino tidak terjadi secara global tahun ini. Akibatnya, musim kemarau di Indonesia yang biasanya dimulai awal April, diperkirakan mundur hingga akhir bulan dan intensitas tertinggi pada September 2025.

Baca Juga: Perkiraan Cuaca BMKG Kota Bogor 18 Maret 2025, Simak Info Lengkapnya!

"Kami melihat adanya pergeseran pola musim kemarau tahun ini. Jika biasanya berlangsung lebih cepat, kini musim kemarau diperkirakan mulai lebih lambat dan puncaknya bergeser ke bulan September," ujar Taryono.

Berita Terkait

News Update