“Aktualisasi lebih tinggi lagi adalah menyelaraskan sikap perbuatan yang lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat, tidak egoistis dan egosentris, dalam membuat kebijakan publik..”
-Harmoko-
Pembangunan berkesinambungan sering disebut berkelanjutan, akan berjalan dengan baik sesuai harapan bersama, jika ditopang oleh stabilitas politik, selain stabilitas pertahanan dan keamanan.
Stabilitas politik kian terjaga, jika masing- masing kekuatan politik saling menghargai perbedaan, merawat kebersamaan dan kerukunan, serta kian menegaskan keindonesian yang Bhinneka Tunggal Ika.
Bicara stabilitas politik tak lepas dari pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Disebut stabil, jika kondisi dinamis proses dimaksud menghasilkan keseimbangan dan kemantapan. Proses pembagian kekuasaan negara tidak liar, tidak pula keluar dari nilai-nilai demokrasi Pancasila dan UUD NRI 1945.
Proses politik yang dinamis, namun tetap konstitusional dan sesuai demokrasi yang berjati diri bangsa kita. Itulah stabilitas politik yang diharapkan.
Mengapa dibutuhkan kondisi yang dinamis? Jawabnya demokrasi selain memerlukan dukungan sistem checks and balances, pada saat yang sama meniscayakan integritas moral elite. Elite yang dipilih rakyat wajib memiliki kesadaran etik dan tanggung jawab politik yang tinggi.
Mandat rakyat dengan segala aspirasi dan kepentingannya harus menyatu dalam jiwa, pikiran, sikap, dan tindakannya bermarwah negarawan. Ketika merancang dan mengambil keputusan politik, yang menjadi patokan adalah kepentingan rakyat, bukan pihak lain. Bila ingin membangun legasi politik pun harus demi rakyat, bukan untuk kemegahan diri.
Ketika suara rakyat diwakilkan dan dimandatkan kepada elite sebagai aktor dalam institusi pemerintahan negara. Logika dasar demokrasi meniscayakan suara elite politik itu sama sebangun dengan kehendak rakyat.
Apakah elite di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain dalam dirinya menjelma kehendak rakyat? Bukan kehendak dirinya, apalagi kehendak pihak lain yang merugikan rakyat?
Pertanyaan ini hendaknya selalu menjadi filter diri sebagai penerima mandat rakyat, baik di eksekutif maupun legislatif, untuk selalu ingat janjinya kepada rakyat. Senantiasa tidak sedikit pun mengabaikan kepentingan rakyat dalam setiap mengambil kebijakan publik.
Tentu rakyat Indonesia, bukan rakyat yang dulu mendukungnya, memilihnya, bukan pula relawan dan simpatisannya. Tidak juga mengatasnamakan rakyat, tetapi tersembunyi kepentingan politiknya.
Jika mencuat pro kontra, itulah dinamika. Jika saling mengkritisi, itulah aspirasi yang patut dihargai guna mencari solusi, bukan mau menang sendiri, benar sendiri.
Ingat! Demokrasi kita tidak menganut menang – menangan, apalagi mau menang sendiri. Tidak ada pemaksaan kehendak karena dilindungi kekuatan, kekuasaan dan jabatan.
Demokrasi kita menjunjung tinggi asas musyawarah mufakat dalam menyelesaikan segala macam masalah kebangsaan.
Era kini, kian dibutuhkan peningkatan kepatuhan terhadap segala norma, tak hanya norma hukum dan demokrasi, juga memperkuat norma sosial, etika dan moral.
Kepatuhan terhadap etika, moral, dan norma sosial itulah menjadikan kehidupan akan terasa damai. Penuh toleransi, bukan intoleransi. Berteman tanpa iri, saling mendukung, saling menasehati, bukan menyakiti.
Meski berseberangan, saling menghargai dan menghormati, bukan menghakimi, merendahkan dan saling caci maki.
Sifat –sifat itulah yang telah diajarkan para leluhur kita sejak dulu kala yang kemudian atas perjuangan para founding fathers, dilegalkan dalam falsafah bangsa kita, Pancasila.
Sifat-sifat itu pula yang hendaknya terus diaktualisasikan oleh para elite politik untuk membangun dinamika politik selaras dengan kian terciptanya stabilitas politik itu sendiri, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Aktualisasi lebih tinggi lagi adalah menyelaraskan sikap perbuatan yang lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat, tidak egoistis dan egosentris, dalam membuat kebijakan publik.
Ada dorongan, tanpa pamrih ingin berbuat kebaikan untuk orang banyak, melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana tujuan akhir dari upaya menciptakan stabilitas politik.
Mari kita perkuat dan selaraskan stabilitas politik dengan menyingkirkan sikap-sikap tercela seperti arogansi, egosentris, dan pemaksaan kehendak. Sedini mungkin cegah sikap ojo dumeh. (Azisoko).