POSKOTA.CO.ID - Media sosial tengah ramai membahas terkait RUU TNI serta banyaknya respon negatif dari publik terkait pembahasan diam-diam yang dilakukan oleh Komisi I DPR RI.
Dalam video yang beredar di beragam platform media sosial, Koalisi Masyarakat Sipil menginterupsi jalannya rapat yang berlangsung di sebuah hotel mewah di Jakarta.
Terlihat beberapa orang masuk ke ruangan dan meminta agar pembahasan RUU TNI ini dihentikan, dengan alasan digelar secara tertutup tanpa adanya partisipasi publik. Namun pihak dari Koalisi Masyarakat Sipil tersebut diusir keluar ruangan rapat.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset Belum Masuk Prolegnas, Puan Pertanyakan Dampak Baiknya Jika Dipercepat
Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur memandang pembahasan RUU TNI ini terkesan buru-buru, apalagi pembahasan tidak melibatkan partisipasi banyak orang.
“YLBHI mendesak DPR seluruh fraksi agar menghentikan dan mendengarkan masyarakat, jangan sampai ini mengkhianati mandat UUD 45 dan jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama seperti pembahasan UU Cipta Kerja,” kata Isnur dikutip dari akun X @YLBHI.
RUU TNI ini dinilai dapat mengaktifkan kembali dwi fungsi TNI, di mana tentara aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil sehingga banyak masyarakat yang menolak pengesahan revisi UU TNI ini.
Daftar Jabatan dalam RUU TNI
Berikut ini daftar 16 jabatan yang dapat diduduki oleh tentara aktif yang tercantum dalam RUU TNI, antara lain:
- Pertahanan Negara
- Kantor Bidang Politik dan Keamanan Negara
- Sekretaris Militer Presiden
- Intelijen Negara
- Sandi Negara
- Lemhannas
- Dewan Pertahanan Nasional
- SAR Nasional
- Badan Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Kejaksaan Agung
- BPNB
- Keamanan Laut
- Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Pengelola Perbatasan Negara (BNPP)
- BNPT
Penolakan Publik Terhadap RUU TNI
Di media sosial banyak warganet yang menolak terhadap RUU TNI ini, bahkan menyebutkan jika mereka tidak ingin kembali ke era orde baru (orba).
Pasalnya di kala itu, militer atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) memegang fungsi politik dan menduduki jabatan publik.
Baca Juga: Setuju Anulir Putusan MK Lewat RUU Pilkada, Sekarang Partai-partai Ini Dukung Aksi Demo
Berdasar dari sejarah yang pernah tertulis di masa lalu, banyak publik yang tidak ingin kembali ke masa tersebut bahkan banyak yang menyuarakan untuk kembalikan militer ke barak.
“Kami menolak RUU TNI, kami gak mau balik ke orde baru,” tulis seorang warganet.
“Naskah akademiknya lucu, logikanya kayak dipaksain. Katanya bukan dwi fungsi karena gak terlibat politik praktis, tapi kan tetep aja memperlebar peran TNI di luar sektor pertahanan,” kata seorang warganet.
“Rapat di hotel mewah, pakai pajak rakyat. Masih percaya mereka memikirkan nasib rakyat,” ucap warganet.
Baca Juga: Raffi Ahmad Digeruduk Netizen Usai Unggah Soal RUU Pilkada: Shame On You, Orang Kaya!
Selain warganet, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Savic Ali turut menyayangkan terkait pembahasan RUU TNI yang digelar secara tertutup.
Ia juga menilai jika tidak masuk akal apabila TNI masuk ke Kejaksaan Agung serta Mahkamah Agung (MA).
“Saya kira itu tidak masuk akal, Kejagung dan MA butuh kompetensi hukum sangat tinggi dan TNI tidak dididik ke sana,” kata Savic Ali.
Savic juga menganggap TNI masuk ke MA dan Jaksa Agung memberika implikasi negatif terhadap jalannya pemerintah yang baik.
Baca Juga: Polisi Bantah Tangkap Ratusan Pengunjuk Rasa Demo RUU Pilkada
“Saya kira itu adalah kemunduran dari semangat good governance, pemerintah yang bersih, pemerintah yang demokratis dan bertentangan dengan spirit reformasi tahun 98,” ucapnya.
Sementara Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid menganggap bahwa TNI tidak terjun dalam ruang-ruang sipil dan politik sudah dinilai baik dan perlu diapresiasi.
“Rakyat mengapresiasi itu, kita berharap TNI bisa fokus berkonsentrasi dalam persoalan pertahanan negara dan tidak tergoda untuk masuk ke ranah-ranah sipil karena itu bisa membawa kerancuan dalam kualitas berdemokrasi,” pungkasnya.