Dibahas Diam-diam, YLBHI Desak DPR Batalkan RUU TNI

Minggu 16 Mar 2025, 03:03 WIB
Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menolak RUU TNI. (Sumber: X/@YLBHI)

Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menolak RUU TNI. (Sumber: X/@YLBHI)

POSKOTA.CO.ID - Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, dengan tegas mengecam proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Menurutnya, dalam draf usulan serta daftar isian masalah yang diajukan pemerintah, terdapat pasal-pasal yang berpotensi membahayakan dan mengancam sendi-sendi demokrasi di Indonesia.

"YLBHI mengecam proses undang-undang TNI dalam draf usulan maupun daftar isian. Indonesia telah belajar banyak dari sejarah kelam di masa lalu, terutama dalam hal keterlibatan militer dalam fungsi-fungsi sosial dan politik," tegas Muhammad Isnur melalui media sosial X @YLBHI yang dikutip Poskota, pada Minggu, 16 Maret 2025.

Pihaknya mengkritisi, reformasi yang terjadi setelah Orde Baru menyadari bahwa keterlibatan TNI dalam urusan sipil berdampak serius terhadap perkembangan demokrasi.

"Pasca reformasi, peran TNI dirumuskan ulang melalui konstitusi dan Undang-Undang TNI yang menetapkan bahwa militer hanya berfungsi sebagai alat pertahanan negara," jelasnya.

Namun, kata dia, revisi UU TNI yang sedang dibahas saat ini, terdapat upaya untuk mengembalikan peran militer dalam berbagai aspek kehidupan sipil.

"Jika revisi ini disahkan, TNI akan diberikan kewenangan yang lebih luas, termasuk campur tangan dalam urusan 15 kementerian atau lembaga negara tanpa harus mengundurkan diri, cuti, atau pensiun dari institusi militer," katanya.

YLBHI menilai bahwa, ketentuan ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan konstitusi Indonesia.

Selain itu, YLBHI juga menyoroti, jika TNI kembali terlibat dalam urusan sipil, berbagai risiko dapat muncul. Salah satunya adalah potensi konflik kepentingan dan loyalitas ganda.

“Ketika seorang anggota militer menjabat dalam posisi sipil dan melakukan kesalahan atau bahkan tindakan korupsi, akan sulit bagi mekanisme hukum dan pengawasan sipil untuk menindak mereka secara independent,” ungkapnya.

Disisi lain, penguatan peran militer dalam pemerintahan sendiri dapat menghambat demokrasi dan menciptakan ketidakstabilan politik.

Berita Terkait
News Update