POSKOTA.CO.ID - Usai aksi tiga aktivis menyampaikan kritik saat rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Mereka akhirnya dilaporkan ke pihak kepolisian.
Penyampaian kritik tersebut dilakukan, karena dinilai DPR RI dan pemerintah membahas RUU TNI secara diam-diam serta tidak melibatkan partisipasi publik.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) buka suara terkait adanya pelaporan tiga aktivis tersebut ke kepolisian.
“Intimidasi terus terjadi. Hari ini, kami mendapatkan kabar bahwa tiga orang rekan kami dilaporkan menggunakan pasal mengganggu ketertiban umum dan penghinaan terhadap penguasa atas aksi melakukan protes saat agenda pembahasan RUU TNI,” bunyi keterangan dari YLBHI.
Baca Juga: Pembahasan RUU TNI di Hotel Mewah dan Tertutup, Amnesty Indonesia: Janggal
Menurutnya, laporan tersebut keliru dan seharusnya tidak diproses kepolisian. Dalam pandangan YLBHI masyarakat yang justru dirugikan karena DPR RI membahas revisi UU TNI secara sembunyi-sembunyi.
“Kenapa rakyat yang menyampaikan kritik dan protes justru di ancam hukuman? Dalam hal ini masyarakat yang dirugikan karena DPR RI membahas RUU TNI dengan muatan pasal dwifungsi TNI,” kata YLBHI.
YLBHI menduga jika laporan yang dilakukan oleh pihak security hotel merupakan laporan yang dibuat dengan tujuan melakukan kriminalisasi dan pembungkaman terhadap pendapat dan ekspresi masyarakat.
Terlebih hal ini berkaitan dengan kritik dari masyarakat sipil yang sebelumnya melakukan protes interupsi dalam rapat tertutup yang dilakukan oleh Panja DPR RI dan pemerintah terkait RUU TNI yang diduga hendak mengembalikan praktik “Dwifungsi ABRI” di tengah gembar-gembor efisiensi yang dilakukan pemerintah.
Baca Juga: Satpam Hotel Fairmont Laporkan Koalisi Masyarakat Sipil karena Aksi di Rapat RUU TNI
“Kritik adalah hak warga yang dijamin konstitusi bukan tindak pidana. YLBHI berpandangan laporan pidana dengan pasal tersebut dipaksakan karena tidak relevan dengan rekaman fakta yang terjadi di mana masyarakat menggunakan hak-nya secara damai tanpa kekerasan,” ucapnya.
Gelombang Penolakan RUU TNI
Publik kini menyoroti gerak-gerik pemerintah dan DPR RI terkait pembahasan RUU TNI ini, bahkan menjadi trending topik di platform X.
Gelombang penolakan muncul dari publik figur, seniman, hingga akademisi. Salah satu influencer yang menolak ialah Ferry Irwandi.
Dalam unggahan di akun media sosial X-nya, ia menyebutkan jika RUU TNI adalah hal terburuk dari segala hal paling buruk yang bisa terjadi di Republik Indonesia.
“Apapun pilihan politik kita, apapun agama kita, suku kita, latar belakang kita, sadarilah kita semua sedang menghadapi ancaman yang sama. Ancaman dari mereka yang memegang senjata,” tulis Ferry.
Selain Ferry, sutradara film kenamaan Joko Anwar pun turut serta menyuarakan penolakannya terhadap RUU TNI dengan mengunggah tagar #TolakRevisiUUTNI.
Selanjutnya para akademisi membuat pernyatan bersama CALS, KIKA, PSHK Indonesia dan SPK yang mengatakan menolak kejahatan legislasi dalam pembahasan RUU TNI.
Para akademisi ini di bidang hukum ini mengutarakan pernyataan sikapnya secara live streaming.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang pun turut buka suara dan mendukung Kontras serta Koalisi Masyarakat Sipil terkait kritik terhadap proses legislasi RUU TNI.
Ketua Umum PPI Jepang, Prima Gandhi menilai jika RUU tersebut berpotensi mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia dengan adanya potensi pengembalian dwifungsi TNI yang bisa menduduki jabatan sipil.
“Terlepas dari manfaat yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin terkait revisi UU TNI diperlukan untuk menghadapi dinamika geopolitik, kompleksitas ancaman dan pekembangan teknologi militer,” kata Gandhi.
Ia khawatir mahasiswa yang sedang bersekolah di luar negeri, memilih untuk tidak pulang ke Indonesia bahkan pindah warga negara.
“Bila demokrasi dan penegakan HAM tidak terjamin di Tanah Air, kami khawatir mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan studi di luar negeri enggan pulang ke Indonesia. Padahal Indonesia membutuhkan mereka untuk membangun bangsa,” pungkasnya.