Aliansi masyarakat sipil KontraS mendesak pemerintah membatalkan revisi UU TNI demi menjaga demokrasi dan profesionalisme militer. (Sumber: X/KontraS)

NEWS

20 Tokoh dan Ormas Sipil yang Menolak RUU TNI, Dwifungsi TNI adalah Sejarah Kelam Militerisme di Indonesia

Minggu 16 Mar 2025, 08:40 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah telah mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kepada DPR pada 11 Maret 2025.

Namun, revisi ini menuai kritik tajam dari berbagai tokoh dan organisasi masyarakat sipil karena dinilai berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelam militerisme di Indonesia.

Baca Juga: Fakta Menarik di Balik Lolosnya Leo/Bagas ke Final All England 2025

Mengapa Revisi UU TNI Bermasalah?

Revisi UU TNI yang diajukan pemerintah justru dinilai melemahkan profesionalisme militer. Sebagai alat pertahanan negara, tugas utama TNI adalah melindungi kedaulatan bangsa dan bukan menduduki jabatan sipil. Agenda revisi ini berisiko membawa dampak negatif seperti:

20 Tokoh dan Ormas Sipil yang Menolak RUU TNI, Dwifungsi TNI Jilid 2

Alih-alih merevisi UU TNI, reformasi peradilan militer yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 lebih mendesak untuk dilakukan.

Revisi ini penting agar prinsip equality before the law dapat ditegakkan, sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. VII Tahun 2000 dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi TNI

Salah satu poin yang paling disorot dalam revisi UU TNI ini adalah rencana menempatkan personel militer aktif di berbagai posisi sipil, termasuk di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

TNI dan Operasi Militer Selain Perang: Sebuah Kekeliruan?

RUU TNI juga mengusulkan pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) tanpa persetujuan DPR. Hal ini berpotensi meniadakan kontrol legislatif terhadap penggunaan kekuatan militer di dalam negeri.

Salah satu contoh yang diangkat adalah pelibatan TNI dalam pemberantasan narkotika.

Sebagai negara hukum, penanganan narkoba harus tetap berada dalam koridor penegakan hukum, bukan menggunakan pendekatan militer.

Belajar dari pengalaman Filipina di bawah Rodrigo Duterte, pelibatan militer dalam perang melawan narkotika justru berujung pada pelanggaran HAM yang luas.

Seruan Penolakan dari Masyarakat Sipil

Mengingat berbagai permasalahan dalam revisi UU TNI ini, para tokoh dan organisasi masyarakat sipil menyatakan penolakan tegas terhadap DIM RUU TNI.

Mereka menilai bahwa revisi ini tidak hanya mengancam demokrasi tetapi juga bertentangan dengan semangat reformasi.

Sebagai gantinya, mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk:

Daftar Tokoh dan Organisasi yang Menolak RUU TNI

Berbagai tokoh nasional telah menyuarakan penolakannya terhadap revisi UU TNI, di antaranya:

Tokoh yang Menyatakan Penolakan:

  1. Nursyahbani Katjasungkana
  2. Usman Hamid
  3. Pdt. Ronald Richard Tapilatu
  4. Rafendi Djamin
  5. Al A'raf
  6. Pdt. PENRAD SIAGIAN, S.Th., M.Si., Teol.
  7. KH Rakhmad Zailani Kiki

Organisasi Masyarakat Sipil yang Turut Menolak:

  1. Imparsial
  2. YLBHI
  3. KontraS
  4. PBHI Nasional
  5. Amnesty International Indonesia
  6. ELSAM
  7. Human Rights Working Group (HRWG)
  8. WALHI
  9. SETARA Institute
  10. Centra Initiative
  11. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
  12. LBH Pers
  13. LBH Masyarakat
  14. LBH Surabaya Pos Malang
  15. Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP)
  16. Public Virtue
  17. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  18. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
  19. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
  20. Lembaga Peradaban Luhur (LPL)

Baca Juga: Gagal Melaju ke Final All England 2025, Sabar/Reza Akui Konsistensi Leo/Bagas

Dwifungsi TNI Jilid 2 Mungkinkah Terjadi?

Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi memandang belum ada potensi ataupun indikasi Revisi UU TNI bertujuan untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru.

Berdasarkan usulan revisi yang disampaikan pemerintah, ia menyebut ada dua fokus utama yang hendak diatur yakni terkait penempatan prajurit aktif di lima kementerian dan lembaga serta penundaan batas usia pensiun atau masa aktif.

Pada poin pertama, ia menilai sejatinya bukan merupakan hal yang baru. Pasalnya selama ini anggota TNI memang sudah ditempatkan pada Kementerian Kelautan Perikanan, BNPT, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan BNPB

Kesimpulan

Revisi UU TNI yang diajukan pemerintah menuai kritik luas karena dianggap mengancam demokrasi dan mengembalikan praktik Dwifungsi TNI.

Dengan mengabaikan peran DPR dalam operasi militer selain perang, serta memperluas jabatan sipil untuk militer aktif, revisi ini dapat mengarah pada militerisme yang bertentangan dengan prinsip reformasi sektor keamanan.

Sebagai negara demokrasi, Indonesia seharusnya memperkuat supremasi sipil dan profesionalisme militer. Oleh karena itu, revisi UU TNI yang diajukan pemerintah harus ditolak, dan fokus reformasi harus dialihkan pada modernisasi alutsista serta peningkatan kesejahteraan prajurit guna menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara.

Tags:
pelanggaran HAMoperasi militer selain perangreformasi peradilan militerDwifungsi TNIprofesionalisme militerRUU TNI reformasi militerrevisi UU TNI

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor