"Ada hal krusial lainnya #MinyakKita untuk sampai ke konsumen melalui mekanisme ijin berlapis.
Kementerian Perindustrian untuk ijin produksi dan SNI. Kementerian Perdagangan untuk penggunaan merk, serta BPOM untuk ijin edar.
Ijin berlapis ternyata tidak jamin bebas permainan kualitas maupun harga" tulisnya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa di Pasar Johar Karawang minyak goreng subsidi tersebut diproduksi oleh beberapa perusahan.
Adapun takaran minyak tersebut sesuai antara tulisan pada kemasan dan isi minyaknya, yakni satu liter.
"Di Pasar Johar Karawang #MinyakKita yang beredar setidaknya diproduksi beberapa perusahaan.
Kemasan botol, PT. Lestari Jaya Indonesia Maju. Kemasan plastik, PT. Resto Pangan Utama dan PT. Primus Sanus Cooking Oil Industrial," katanya.
Namun Rieke menemukan persoalan minyak tersebut justru terletak pada harga jual.
Menyoroti harga yang ditulis pada kemasan dan harga jual, ia pun menduga adanya indikasi permainan stok dan harga.
"Isi #MinyakKita 1 liter sesuai dengan hasil ukur. Persoalan justru pada harga jual. Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tertulis di kemasan Rp.15.700/liter.
Pedagang mengatakan harga #MinyakKita dari agen sebelum Ramadan Rp.185.000/dus isi 12. Sehingga harga beli pedagang Rp.15.416/liter Harga jual pedagang ke konsumen Rp.17.000/liter.
Harga #MinyakKita dari agen pada saat Ramadan Rp.205.000/dus isi 12. Artinya, harga beli pedagang dari agen Rp.17.000/liter. Harga jual pedagang ke konsumen Rp.19.000/liter.