Bahkan tomat yang biasanya murah meriah, ikut naik dari Rp 8 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilo. "Hampir semua bumbu dapur naik. Kami pedagang juga bingung mau jualan gimana," tambah Sani dengan nada pasrah.
Di tengah hiruk-pikuk pasar, Nurhalimah, seorang ibu rumah tangga, tampak mengernyitkan dahi saat menghitung uang di tangannya. "Dulu, uang Rp 100 ribu bisa buat beli sayur, cabai, bawang, dan kebutuhan lain. Sekarang, buat beli bumbu dapur saja enggak cukup," ungkapnya.
Dia bercerita, biasanya ia membeli bumbu dapur dalam jumlah yang lebih banyak, setidaknya satu kilogram untuk kebutuhan beberapa hari. Namun, kini ia terpaksa harus mengurangi belanjaannya. "Mau enggak mau, saya harus lebih bijak mengatur pengeluaran. Yang penting-penting saja yang dibeli," katanya.
Di sudut lain pasar, para pedagang saling bercakap, membahas harga-harga yang terus melonjak.
Mereka sama-sama merasa kesulitan, karena di satu sisi mereka harus mengikuti harga dari distributor, namun di sisi lain daya beli masyarakat semakin menurun.
Ramadhan yang seharusnya menjadi momen penuh berkah, kini diwarnai dengan keresahan. Para pedagang berharap harga bisa kembali normal agar mereka bisa berjualan dengan lebih tenang.
Sedangkan pembeli hanya bisa menghela napas panjang, berharap esok keadaan menjadi lebih baik dan kantong mereka tak semakin terkuras.