Banjir yang mengepung Jabodetabek sudah menyusut. Aktivitas masyarakat sudah kembali pulih, tidak seperti awal pekan lalu, di mana banjir melumpuhkan kawasan Jabodetabek.
Meski begitu, masyarakat Jabodetabek diminta tetap waspada karena hujan ekstrem diperkiraan masih akan terjadi mulai pekan depan.
Seperti diberitakan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini terkait potensi hujan ekstrem di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Peringatan ini disampaikan menyusul prediksi puncak hujan yang diperkirakan terjadi antara tanggal 11 hingga 20 Maret 2025, dengan intensitas hujan yang sangat tinggi, mencapai 300 mm dalam 10 hari.
Intensitas hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan pohon tumbang.
“Kita mesti siap – siap dan waspada menghadapi air bah,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Bukankah daerah kalian kemarin aman dari banjir?,” tanya Yudi.
“ Sekalipun aman, tetap harus waspada. Arah angin, awan dan aliran air, kadang tak dapat diduga sebelumnya. Tak sedikit kawasan yang dulu bebas banjir, kini malah menjadi langganan banjir,” urai Heri.
“Intinya kewaspadaan tetap harus dilakukan oleh masyarakat, baik yang rawan banjir maupun bebas banjir. Waspada mencegah bencana,” jelas mas Bro.
“Dengan kewaspadaan yang tinggi, setidaknya telah ikut berkontribusi membantu daerah tetangga yang terkena banjir. Mengirim bantuan, baik makanan, sandang maupun obat – obatan kepada warga kebanjiran,” kata Heri.
“Bagi warga yang terkena banjir, perlu memperkuat aksi peduli sosial darurat banjir. Meski kita berharap, banjir susulan tidak terjadi lagi, mengingat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama BMKG dan instansi terkait akan melakukan modifikasi cuaca terpadu mulai pekan depan,” kata mas Bro.
“Semoga awan gelap dan tebal dapat dipecah, kemudian digiring ke daerah aman, yang tidak rawan banjir,” kata Heri.
“Betul. Salah satu metode modifikasi cuaca adalah dengan memecah awan gelap bergerombol yang berpotensi tumbuh besar dan menjadi hujan lebat. Awan itu dipecah sehingga curah hujan menjadi merata dan dialirkan ke wilayah aman, misalnya laut,” jelas mas Bro.
“Utamanya awan gelap di kawasan puncak yang berpotensi hujan lebat dan menyebabkan banjir kiriman ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi,” kata Heri.
“Ibaranya awan gelap embrio hujan lebat yang mengarah ke daerah rawan banjir dihadang, kemudian diarahkan ke wilayah yang lebih aman. Tak ubahnya memecah kepadatan lalu lintas melalui jalur alternatif ya,” kata Yudi. (Joko Lestari).